Anak Abah nang Manis

Anak Abah nang Manis
Nama mu hidup dalam hembusan pagi yg indah

Selasa, 23 Juni 2015

kelompok model pengajaran personal


THE PERSONAL FAMILIY OF MODELS
(Kelompok Model Pengajaran Personal)
Dari
MODELS OF TEACHING
Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun

Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Salamah, M.Pd


Oleh:
Norhasanah
1402521328



PROGRAM PASCA SARJANA
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2015



BAB I
PENDAHULUAN

Model-model personal dalam pembelajaran (personal models of learning) dimulai dari perspektif individu. Model-model ini berusaha bagaimana kita bisa memahami diri kita sendiri dengan lebih baik, bertanggung jawab pada pendidikan kita, dan belajar untuk menjangkau atau bahkan melampaui perkembangan kita saat ini agar lebih kuat, lebih sensitif, dan lebih kreatif dalam mencari kehidupan yang lebih sejahtera.
Rangkaian model-model personal sangat memerhatikan perspektif individu untuk mendorong produktivitas mandiri, meningkatkan kesadaran, dan rasa tanggung jawab manusia pada takdir mereka sendiri.
Seorang ahli psikolog sekaligus konselor, Carl Rogers adalah salah satu pakar kenamaan yang selama tiga dekade belakangan menawarkan model-model pengajaran yang menempatkan  guru sebagai konselor/ penasehat. Dikembangkan dari teori konseling, model pengajaran tanpa arahan ini menekankan hubungan antara siswa dan guru. Guru berupaya membantu siswa berperan dalam mengarahkan pendidikan mereka sendiri, seperti dengan berusaha sedemikian rupa mengklarifikasi tujuan dan berpartisipasi dalam mengembangkan jalan besar untuk menjangkau tujuan  tersebut. Guru menyediakan informasi tentang seberapa besar kemajuan yang telah dibuat sekaligus membantu siswa memecahkan masalah.


BAB II
PEMBAHASAN
KELOMPOK MODEL PENGAJARAN PERSONAL
Lingkungan sosial mengajarkan pada kita cara berbahasa, cara berperilaku, dan memberikan kasih sayang. Namun, diri kita sendiri dapat membentuk perilaku dan bahasa ini secara terus menerus dan menciptakan ciri khas kita sendiri. Dengan bermodal kata-kata, kita sudah dapat menciptakan identitas pribadi.
Model pengajaran personal memiliki beberapa tujuan. Pertama, menuntun siswa untuk memiliki kekuatan mental yang lebih baik dan kesehatan emosi yang lebih memadai dengan cara mengembangkan kepercayaan diri dan perasaan realistis serta menumbuhkan empati pada orang lain. Kedua, meningkatkan proporsi pendidikan yang berasal dari kebutuhan dan aspirasi siswa sendiri. Ketiga, mengembangkan jenis-jenis pemikiran kualitatif tertentu seperti kreativitas dan ekspresi pribadi.
Berdasarkan beberapa tujuan ini, model pengajaran personal dapat diterapkan dalam empat cara.
Pertama, model pengajaran personal bisa digunakan sebagai model pengajaran umum, bahkan untuk merancang sebuah sekolah yang mengadopsi filosofi tidak terarah (nondirective philosophy) sebagai intisari pendekatan dalam pengajaran.
Kedua, model ini bisa digunakan untuk membumbui (menambah rasa) suatu lingkungan pembelajaran yang dirancang di tengah beberapa model ini.
Ketiga, menggunakan hal-hal yang unik dalam model pengajaran personal untuk menasihati siswa saat kita ingin membantu mereka belajar menjangkau dunia secara utuh dan dengan jalan positif.
Keempat, membuat sebuah kurikulum akademik untuk para siswa. Metode-metode pengalaman dalam pengajaran membaca, misalnya menggunakan cerita yang didikte dan disampaikan oleh siswa sebagai bahan bacaan awal serta literatur yang dipilih sendiri oleh para siswa sebagai bahan inti setelah menetapkan kompetensi awal.
Pengajaran tidak terarah (pembelajar sebagai pusat)
Model pengajaran tidak terarah didasarkan pada karya Carl Rogers dan beberapa penggagas lain yang memberi bimbingan mengenai model ini. Rogers memperluas pandangannya tentang terapi dalam dunia pendidikan sebagai model pengajaran.
Dari sikap yang tidak terarah (nondirective stance), peran guru adalah sebagai fasilitator yang menjalankan relasi konseling (bimbingan) pada para siswa serta mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan mereka. Dalam peran ini, guru membantu siswa mengeksplorasi gagasan baru terkait dengan kehidupan, tugas akademik, dan hubungan siswa dengan orang lain. Model ini menciptakan sebuah lingkungan yang memudahkan siswa dan guru untuk saling berbagi gagasan secara terbuka serta membangun komunikasi yang sehat.
Model tidak terarah lebih fokus pada pengasuhan dan bimbingan pada siswa dibandingkan mengontrol urutan proses pembelajaran. Model ini menekankan  pada pengembangan gaya pembelajaran yang efektif dalam gaya pembelajaran jangka panjang serta pengembangan karakter pribadi yang kuat dan bisa diarahkan.
1.      Tujuan dan asumsi
Pada beberapa elemen yang dapat menciptakan atmosfer tidak terarah untuk membangun interaksi  produktif  antara siswa dan guru. Model pengajaran tidak terarah fokus pada aspek penyediaan fasilitas. Lingkungan ditata sedemikian rupa untuk bisa membantu siswa mendapatkan kepaduan pribadi yang lebih baik, efektivitas, dan penilaian diri yang realistis. Stimulasi, pengujian, dan evaluasi persepsi baru menjadi pilar utama dalam hal ini, karena pengujian kembali terhadap kebutuhan dan nilai pada sumber dan hasilnya adalah inti dari keterpaduan personal. Siswa tidak perlu melakukan perubahan, tujuan guru hanyalah untuk membantu siswa mengerti kebutuhan mereka sendiri serta beberapa nilai tertentu sehingga siswa bisa mengarahkan keputusan pendidikan secara efektif.
Guru bertindak sebagai alter ego yang baik hati. Guru menjelma seseorang yang menjadi muara segala pemikiran dan perasaan siswa meskipun tidak menutup kemungkinan siswa akan merasa takut atau menganggap tindakan guru tersebut sebagai hal yang salah atau bahkan sebuah pelanggaran. Guru berperan sebagai pembuat keputusan secara tradisional dan fasilitator yang fokus pada perasaan siswa. Hubungan antara siswa dan guru dalam suatu diskusi tak terarah dapat digambarkan sebagai kemitraan (partnership). Oleh karena itu, jika siswa melakukan komplain karena mutu yang rendah dan ketidakmampuan dalam belajar, guru sebaiknya jangan berusaha memecahkan masalah tersebut hanya dengan menjelaskan seni kebiasaan belajar yang baik. Selain itu, guru juga perlu merangsang siswa untuk mengungkapkan perasaan yang mungkin melatarbelakangi ketidakmampuannya untuk berkonsentrasi.
Adapun atmosfer tak terarah memiliki empat kualitas. Pertama, guru menunjukkan kehangatan dan keakraban serta tanggap terhadap semua tindakan siswa. Kedua, membolehkan hal apa pun yang ada sangkut pautnya dengan pengungkapan perasaan, dalam hal ini guru jangan menghakimi dan mendakwahkan benar-salah. Ketiga, siswa memiliki kebebasan penuh untuk mengungkapkan perasaannya secara simbolik. Keempat, hubungan tersebut terbebas dari hal-hal yang berbau paksaan dan tekanan. Guru haruslah menjauhi tindakan-tindakan tertentu.
a.      Sindrom pertumbuhan
Sindroma pertumbuhan semacam ini muncul saat siswa (1) melepaskan dan mengungkapkan perasaannya, (2) mengembangkan wawasan dan pengetahuan, (3) tindakan, dan (4) adanya keterpaduan yang menuntun pada orientasi baru.
b.      Tahap-tahap perkembangan diri dan proses wawancara tidak terarah
Menurut Rogers, merespon masalah siswa yang berkaitan dengan basis intelektual dapat menghambat pengungkapan perasaan yang merupakan inti dalam masalah perkembangan. Misalkan saja, saat seorang siswa berjuang mati-matian untuk menulis, maka respon intelektual seharusnya berbunyi seperti ini, “mulailah dengan membuat kerangka”, sedangkan respon empatik seharusnya terdengar seperti ini, “saat saya tertipu, saya pasti merasa panik. Apa yang kalian rasakan jika kalian tertipu ?” tanpa adanya pelepasan dan eksplorasi perasaan semacam ini, siswa akan menolak saran dan tidak akan bisa melakukan perubahan perilaku.
Wawasan adalah tujuan jangka pendek dalam proses ini. Dengan mengungkapkan perasaannya, siswa akan mampu melihat masalah, masalah akan memudahkan seseorang untuk mencicipi tulisan orang lain. Indikasi munculnya suatu wawasan dapat diketahui dari pernyataan siswa yang menggambarkan perilaku mereka sebagai sebab dan efek yang berkaitan dengan makna pribadi.
Saat mereka mulai memahami alasan perilaku dan tindakan mereka, mereka juga akan mulai melihat cara-cara fungsional lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan adanya pelepasan emosi, siswa bisa merasakan pilihan-pilihan dengan lebih jelas.
Pada akhirnya, tes wawancara pribadi menjadi tindakan yang nantinya dapat mendorong siswa menuju orientasi baru. Pertama, tindakan positif ini bisa menyangkut isu kecil, namun siswa dapat meningkatkan kepercayadirian dan kemerdekaan (tiadanya ketergantungan). Inilah yang dimaksud dengan fase keteraturan.
Kedua, tujuan jangka panjangnya adalah kemampuan siswa yang memadai dalam membuat tulisan yang berasal dari pemahaman yang sudah lebih baik mengenai dinamika sosial.
2.      Membimbing
Baik siswa maupun guru sama-sama memiliki tanggung jawab dalam sebuah diskusi. Namun sering kali, guru haruslah membuat semacam respon-respon bimbingan untuk mengarahkan atau mempertahankan percakapan.
A.    Respons tidak terarah terhadap perasaan
B.     Respons  memberikan bimbingan yang tidak terarah
1.      Penerimaan yang sederhana
2.      Refleksi perasaan
3.      Penguraian materi
1.      Menyusun struktur
2.      Mengarahkan pertanyaan
3.      Meminta siswa memilih dan mengembangkan topik
4.      Bimbingan tidak terarah dan pertanyaan-pertanyaan terbuka
5.      Dorongan untuk berbicara
   


a.      Respons-respons tidak terarah dalam hal wawancara
Keterampilan utama yang harus dimiliki guru adalah memandu siswa tanpa memberikan tanggung jawab pada mereka. Ungkapan lead taking tidak terarah diucapkan secara langsung dengan gaya yang positif dan ramah. Misalnya seperti ini:
“apa pendapatmu mengenai hal ini?”
“bisakah kamu memberikan informasi tambahan tentang hal ini?”
“apa yang akan kamu lakukan  jika hal ini terjadi?”
Respons-respons tidak terarah pada perasaan adalah usaha untuk memberikan respons, baik pada perasaan yang diungkapkan siswa ataupun makna dan esensi dari ekspresi tersebut. Dalam mengungkapkan komentar ini, guru jangan menafsirkan, mengevaluasi, atau menawarkan nasihat, melakukan refleksi, memperjelas, dan memaparkan pemahaman yang sebenarnya.[1]
Perkembangan belajar siswa tidak selalu berjalan lancar dan memberikan hasil yang diharapkan. Adakalanya mereka menghadapi berbagai kesulitan atau hambatan. Kesulitan atau hambatan ini dimanifestasikan dalam beberapa gejala masalah seperti prestasi belajar rendah, kurang atau tidak ada motivasi belajar, belajar lambat, kebiasaan kurang baik dalam belajar, gangguan kesehatan, kurangnya sarana belajar, kondisi keluarga yang kurang mendukung, cara guru mengajar yang kurang sesuai, materi pelajaran yang sulit, dan lain sebagainya.[2]
Di dalam pelaksanaan pengajaran tugas guru bukan hanya memberikan pelajaran tetapi juga harus memberikan bimbingan belajar kepada para siswa yang lambat agar perkembangannya sejajar dengan yang lain. Yang normal dan cepat belajar pun tetap memerlukan bimbingan dari guru agar ia mencapai perkembangan yang sesuai dengan kemampuannya.
Dalam memberikan bimbingan belajar guru hendaknya memperhatikan beberapa prinsip.
1.      Bimbingan belajar diberikan kepada semua siswa.
2.      Guru terlebih dahulu harus berusaha memahami kesulitan yang dihadapi siswa.
3.      Bimbingan belajar yang diberikan guru hendaknya disesuaikan dengan masalah serta faktor-faktor yang melatarbelakanginya.
4.      Bimbingan belajar hendaknya menggunakan teknik yang bervariasi.
5.      Dalam memberikan bimbingan belajar hendaknya guru bekerja sama dengan staf sekolah yang lain.
6.      Adanya keserasian antara bimbingan yang diberikan guru di sekolah dengan orang tua di rumah maka diperlukan kerjasama antara kedua pihak.[3]
Model pengajaran
1.      Struktur pengajaran
Peran tak terarah menyajikan beberapa masalah yang cukup menarik. Pertama, adanya pembagian tanggung jawab. Pada kebanyakan model pengajaran, guru secara aktif membentuk kejadian-kejadian dan melukiskan berbagai macam aktivitas. Kedua, konseling dalam model tidak terarah dapat menciptakan serangkaian respons yang terjadi dalam rangkaian yang tidak terduga. Oleh karena itu, untuk menguasai pengajaran tidak terarah, guru harus mempelajari prinsip umum, berusaha meningkatkan sensitivitas siswa terhadap orang lain, menguasai skill tidak terarah lalu mempraktikkannya dalam interaksi dengan siswa, memberikan respons terhadap siswa, serta menggunakan skill yang tergambar dari repertoar teknik-teknik konseling tidak terarah.
Fase pertama:
Menjelaskan keadaan yang membutuhkan pertolongan
Fase kedua:
Menelusuri masalah
Guru mendorong siswa mengungkapkan perasaan dengan bebas
Siswa didorong untuk menjabarkan masalah
Guru menerima dan mengapresiasi perasaan-perasaan
Fase ketiga:
Mengembangkan wawasan
Fase keempat:
Merencanakan dan membuat keputusan
Siswa mendiskusikan masalah
Guru menyemangati siswa
Siswa merencanakan urutan pertama dalam proses pengambilan keputusan
Guru menjelaskan keputusan yang mungkin diambil
Fase kelima:
Keterpaduan
Tindakan di luar wawancara
Siswa mendapat wawasan lebih mendalam dan mengembangkan tindakan yang lebih positif
Sedangkan guru berfungsi sebagai penyemangat
Siswa mulai melakukan tindakan yang positif

2.      Sistem sosial
Sistem sosial dalam strategi tak terarah mengharuskan guru berperan sebagai fasilitas atau reflektor. Namun, hal yang paling penting untuk ditekankan adalah bahwa siswa bertanggungjawab pada pengelolaan proses interaksi (kontrol); adanya pembagian kewenangan antara siswa dan guru.

3.      Peran/tugas guru
Tugas-tugas guru didasarkan pada upaya menggiring siswa pada ranah penelitian tentang pengaruh. Guru sebisa mungkin menjangkau siswa, berempati pada kepribadian dan masalah yang dihadapi, dan merespons dengan berbagai cara untuk membantu siswa menjabarkan masalah dan perasaannya, bertanggungjawab pada tindakan mereka, dan merencanakan sasaran-sasaran dan metode-metode dalam mencapai karakteristik siswa.
4.      Sistem pendukung
Sistem pendukung dalam strategi ini berbeda menurut fungsi wawancara. Jika sebuah sesi wawancara adalah untuk menegosiasikan kontrak akademik, maka hal-hal yang diperlukan dalam pembelajaran terarah-diri (self-directed learning) harus tersedia dan sesuai. Jika wawancara mencakup proses konseling menyangkut masalah-masalah perilaku, harus ada sumber-sumber yang dapat membantu guru melakukan hal semacam ini.
Penerapan
Model pengajaran tidak terarah bisa diterapkan untuk  beberapa jenis situasi permasalahan, seperti masalah pribadi, sosial, dan akademik. Untuk kasus yang termasuk dalam permasalahan pribadi, siswa menjelaskan perasaan mereka mengenai dirinya sendiri.
Untuk menggunakan model pengajaran tidak terarah secara efektif, seorang guru harus mau dan berkeinginan kuat untuk menerima dan menyadari bahwa siswa bisa mengerti dan menghadapi kehidupan mereka sendiri. Kepercayaan mengenai kapasitas siswa dalam mengarahkan diri mereka dikomunikasikan lewat sikap dan perilaku verbal guru.
Guru jangan berusaha untuk menghakimi siswa. Peran yang demikian ini hanya akan membatasi kepercayaan diri dalam diri siswa. Guru juga tidak diperkenankan  mendiagnosis masalah. Guru hanya berusaha untuk merasakan dunia siswa menurut apa yang dilihat dan dirasakannya.
Konseling tidak terarah lebih menekankan unsur-unsur emosional dalam suatu situasi dibanding aspek-aspek intelektual. Dalam artian, konseling tidak terarah berupaya melakukan penyusunan kembali bidang emosional dibanding aspek yang sepenuhnya menyangkut pendekatan intelektual.
Salah satu fungsi terpenting dalam pengajaran tidak terarah terjadi ketika suasana kelas menjadi hambar dan guru pun melihat dirinya hanya menekan siswa melalui latihan dan segala hal yang berkenaan dengan mata pelajaran. Seorang guru pada kelas keenam tengah dilelahkan oleh kegagalan demi kegagalan  dari usaha kunonya dalam mengatasi masalah kedisiplinan dan kurangnya  minat sebagian anggota kelas.
MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI YANG POSITIF
KEPRIBADIAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN, REMAJA DAN DEWASA
Pendekatan pada subjek secara langsung dengan beberapa kesimpulan, antara lain. Pertama, penelitian mengenai aneka model pengajaran dapat mendorong siswa untuk mempelajari serta meneliti bagaimana cara belajar dan merespons lingkungan pembelajaran yang berbeda.
Kedua, semakin banyak skill yang dikembangkan siswa, semakin luas pula refertoar yang mereka buat. Hal ini menandakan kemampuan mereka akan semakin baik dalam menguasai satu unit keterampilan dan strategis yang ampuh.
Ketiga, komunitas pembelajaran yang berkembang dalam sekolah dan ruang kelas dapat mempengaruhi bagaimana siswa menilai diri mereka sendiri, bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain, dan bagaimana cara mereka belajar.
Perbedaan-perbedaan individu
Dalam sebuah kerangka untuk berpikir mengenai perbedaan individu dalam pertumbuhan, khususnya dalam kesiapan untuk tumbuh berkembang. Ada beberapa cara yang dapat diandalkan dalam menganalisis perbedaan-perbedaan individu. Beberapa diantaranya mengenai gaya pembelajaran anak-anak, gaya aktivitas berpikir, konseptualisasi kepribadian, sensitivitas dan respons guru terhadap siswa.
Konsep tentang kondisi pertumbuhan
Untuk menciptakan suatu gambaran mengenai kesempatan adanya pertumbuhan yang dialami oleh guru dalam sekolah yang menjadi lingkungannya,  kabupaten, perguruan tinggi, agen intermediate, serta lembaga lain. Aspek kehidupan personal yang mungkin saja memiliki implikasi terhadap pertumbuhan profesional. Maka dalam hal ini difokuskan pada dinamika interaksi individu dengan lingkungan. Adanya kesempatan untuk berinteraksi secara produktif  yang akan membimbing pada pertumbuhan secara teoretis diberikan secara sama dan merata. Sistem –sistem pengembangan staf formal, kolega, kesempatan untuk membaca, menonton film dan adegan-adegan dalam pertunjukan seni, akan cocok dan sesuai untuk semua anggota kelas dalam meningkatkan prestasi dan kemampuan.
Ranah-ranah formal, peer-generated, dan pribadi
1.      Kesempatan-kesempatan pengembangan staf formal
Kesempatan berpartisipasi bergeser dari mereka yang memiliki pengalaman hanya dalam kegiatan yang didanai dan dibutuhkan oleh wilayah dan mereka yang sadar bahwa hanya ada sedikit pilihan kepada mereka yang sangat aktif, serta memiliki rancangan pasti untuk perkembangan profesionalitas.
2.      Kesempatan tumbuh bersama peer-generated
Cakupan dalam pembahasan ini beralih dari mereka yang sebenarnya tidak pernah melakukan diskusi yang baik dengan guru kepada mereka yang memiliki pergaulan cukup dekat, yang pernah menjalani relasi-relasi pengajaran, dan yang bergaul dengan orang lain untuk memunculkan inspirasi-inspirasi mengenai suatu inovasi atau inisiatif untuk mengembangkan sekolah.
3.      Ranah pribadi
Dalam kehidupan pribadinya, beberapa guru terkadang luar biasa aktif dalam satu atau dua wilayah, sedangkan dalam wilayah lain, mereka sama sekali belum dan tidak pernah menyentuhnya. Di satu sisi, kita sering menjumpai para pembaca aktif dan di sisi lain, kita juga menemukan mereka yang jarang membaca headline dalam surat kabar harian.



Kondisi-kondisi pertumbuhan
1.      Orientasi-orientasi terhadap lingkungan
Inti dari konsep ini adalah tingkatan lingkungan seperti apa yang dipandang sebagai kesempatan dalam memperoleh pertumbuhan yang memuaskan. Oleh karena itulah, orang yang sangat aktif akan memandang lingkungannya sebagai seperangkat kemungkinan adanya interaksi yang memuaskan.
Kita memang tidak terbiasa melihat sekolah-sekolah tertentu yang terdiri dari sekelompok siswa-siswa aktif kemudian didekati dan dikunjungi oleh personel kantor pusat, pusat perkumpulan guru, universitas untuk dijadikan tempat percobaan mulai dari yang berorientasi pada teknologi komputer hingga program-program keterlibatan masyarakat.
2.      Pengaruh sosial
Sahabat dekat dan kolega, serta iklim sosial dalam tempat kerja dan kehidupan  bertetangga memperlunak disposisi-disposisi umum dan menuju pertumbuhan aktif. Teman dan kolega yang selalu bertindak aktif, serta iklim sosial yang baik menggiring orang-orang di dalamnya untuk terlibat aktif dalam aktivitas yang lebih hebat dibanding apa yang pernah mereka lakukan sebelumnya secara mandiri.
Tingkatan-tingkatan aktivitas
1.      A Gourment Omnivore (orang mempunyai keinginan yang sangat besar atas sesuatu)
Prototif kita kali ini, yakni omniver memiliki keluarga yang interaksinya sangatlah profesional. Mereka belajar dari interaksi informal dengan kawan sebayanya. Sekelompok omnivers mungkin akan bekerja sama dan mengembangkan inisiatif atau mengadakan seminar dan kursus bersama-sama.
Dalam kehidupan pribadi, prototif omniver menjadi sangat mudah didefinisikan. Mereka bercirikan memiliki tingkat kesadaran tinggi, namun ciri khas yang membedakan mereka dengan kelompok lain adalah antusiasme mereka untuk terlibat dalam satu atau dua bidang.
Omnivor pertama mungkin adalah orang yang suka membaca, yang kedua adalah pecandu bioskop, yang ketiga adalah pengepak atau pemain ski, dan yang keempat adalah pembuat keramik.
Oleh karena sifat mereka yang proaktif, omnivor yang telah dewasa belajar untuk menangkis kesempatan dan menyediakan waktu untuk kegemaran yang telah mendarah daging padanya. Mereka mempraktikkan dan menciptakan kondisi yang sarat dengan support kawan sebaya yang memudahkan mereka menerapkan sebuah skill yang benar-benar ampuh dan jelas. Mereka juga memasukkan gagasan yang mereka peroleh dari kehidupan sehari- hari ke dalam dunia kerja dan menggunakannya dalam sistem dan pola pengajaran.
2.      A Passive Consumer (seorang pemakai yang pasif)
Karakteristik yang membedakan pemakai pasif dalam hal ini adalah keramahan mereka yang kurang terhadap lingkungan dan adanya ketergantungan yang tinggi terhadap konteks sosial terdekat. Dengan kata lain, tingkat aktivitas mereka sangat dipengaruhi oleh siapa yang hidup bersama mereka. Untuk pemakai pasif ini, ciri khas yang kami utamakan adalah sikap mereka yang tidak aktif.
Sedangkan di sisi lain, dua pemakai yang pasif mendapatkan diri mereka sendiri berada dalam kelompok omnivor sedangkan dua pemakai yang aktif tengah ditarik ke dalam beberapa aktivitas yang dikembangkan oleh rekan-rekan mereka yang cukup rajin. Pemakai aktif akan membantu dalam mengatur laboratorium komputer yang diperuntukkan untuk siswa, bekerjasama dalam membuat jadwal dan pemilihan software, serta mempelajari langkah-langkah dalam memproses kata-kata, dan bagaimana mengajarkannya pada para siswa dengan menggunakan program instruksi diri.
Di kehidupan pribadinya, ciri khas pemakai pasif ini juga tergantung pada teman sebaya atau pasangannya. Jika ia memiliki teman yang tidak aktif dan keluarga besar, mereka pun akan menjadi orang yang tidak aktif. Sebaliknya, jika mereka bergaul dengan teman dan tetangga yang cenderung aktif, maka level keaktifan mereka pun akan meningkat.
3.      A Reticent Consumer (pemakai yang segan)
Mereka yang pendiam memiliki ciri khas, di antaranya adalah hanya mau berhubungan dengan staf yang tengah dibutuhkan dan seringkali marah saat berinteraksi dengan mereka, mencela materi, dan mencoba menghindari aktivitas-aktivitas tindak lanjut. Pemakai yang segan memang cukup giat memproses inisiatif-inisiatif administratif, namun mereka seringkali menaruh rasa curiga pada kawan sebaya dan cenderung percaya bahwa segala perilaku negatif yang dibenarkan oleh sistem adalah hal yang menyesatkan dan tidak berperasaan.
Oleh karena itu, pemakai yang segan cenderung melihat omnivor sebagai orang yang sangat tidak mereka senangi, sebagaimana juga ketidaksukaan mereka pada administrasi. Bahkan, pemakai yang satu ini akan menolak untuk dilibatkan dalam pembuatan keputusan dan tidak berani menetapkan pilihan.
Pemakai yang segan tidaklah dipengaruhi oleh konteks sosial yang instan. Di sekolah-sekolah yang menerapkan sistem afirmatif, mereka tidak banyak menampakkan pandangan negatif mereka. Di kelompok omnivor, mereka bisa melakukan banyak untuk menyumbangkan strategi-strategi pengembangan sekolah. Pasangan afirmatif yang menolerir pendapat-pendapat yang kurang baik akan melibatkan mereka dalam beberapa aktivitas yang mengejutkan. Pada kondisi yang normal, mereka dapat belajar memanfaatkan kesempatan yang ada dalam hidupnya.
Struktur konseptual, konsep diri, dan pertumbuhan
1.      Perkembangan konseptual
Teori sistem konseptual digunakan untuk mengolah informasi mengenai dunia secara luas. Dalam tingkat perkembangan yang paling rendah, manusia pada umumnya menggunakan sedikit konsep untuk mengolah dunia mereka, cenderung memiliki pandangan dikotomis mengenai hal-hal yang bersifat tabu, dan cenderung emosional dalam menyampaikan pandangan. Mereka cenderung menolak informasi yang tidak sesuai dengan konsep mereka, atau bahkan mengubahnya agar bisa cocok dengan  konsep milik mereka sendiri. Sehingga mereka seringkali memandang orang-orang dan peristiwa-peristiwa menurut persepsi benar atau salah.
Dalam tingkat perkembangan yang lebih tinggi, orang mengembangkan kemampuan yang lebih hebat dalam memadukan informasi baru, tidak berpikiran miopi, dan bisa bertoleransi dengan pandangan lain yang berbeda yang lebih baik. Selain itu, struktur konseptual mereka dipermak sedemikian rupa dengan melakukan regenerasi; konsep yang telah lama dianggap asing sedangkan konsep yang baru dikembangkan.
Ada hubungan yang cukup substansial antara perkembangan konseptual dan keadaan pertumbuhan guru. Omnivor berada dalam suatu proses pencarian yang terus menerus untuk mencari cara-cara yang lebih produktif untuk mengolah informasi dan menghasilkan struktur konseptual yang kompleks. Keterbukaan mereka terhadap pengalaman baru mensyaratkan adanya pandangan afirmatif mengenai dunia dan kecanggihan konseptual untuk berhadapan dengan gagasan baru yang mereka temui.
Pemakai yang pasif memiliki struktur yang lebih terbatas dan kemampuan yang kurang memadai dalam memahami cara-cara untuk memperoleh pengalaman baru. Sedangkan pemakai yang enggan lebih sibuk melindungi konsep yang telah ada dan melakukan aktivitas yang menyakitkan hati dengan menghadirkan hal-hal yang asing.
2.      Konsep diri
Abraham Maslow dan Carl Rogers mengembangkan rumusan tentang pertumbuhan personal dan fungsinya untuk membimbing proses memahami dan menghadapi perbedaan individu sebagai respons terhadap lingkungan sosial dan fisik.
Konsep diri yang kuat harus dibarengi dengan perilaku aktualisasi diri, suatu capaian menuju lingkungan dengan kepercayaan diri yang kuat bahwa interaksi terjadi akan produktif. Orang yang menerapkan aktualisasi diri ini melakukan interaksi yang sarat nilai dengan lingkungan sekitarnya, menemukan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang, dan yang tidak terbantahkan memberikan sumbangan berarti terhadap proses perkembangan orang lain.
Orang yang memiliki perkembangan dalam level rendah merasa memiliki sedikit kompetensi untuk menghadapi lingkungan dan berupaya menerimanya, apa pun lingkungan yang mereka dapatkan. Selain itu, mereka cenderung kurang suka mengembangkan hubungan yang memancing pertumbuhan dan produktivitas yang berasal dari inisiatif mereka sendiri. Mereka lebih memilih beraktivitas dalam lingkungan yang sudah ada dibanding mengembangkan kesempatan dari dan dengan lingkungan tersebut.
Sedangkan orang yang berada dalam level pertumbuhan terendah lebih sulit berhubungan dengan orang di sekeliling mereka. Mereka kurang begitu yakin terhadap kemampuan yang mereka miliki untuk menghadapi masalah yang terjadi.
Omnivor adalah mereka yang menerapkan konsep aktualisasi diri. Mereka merasa nyaman dengan diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitarnya, sedang pemakai yang pasif merasa memiliki kompetensi namun masih bergantung pada lingkungan untuk memperoleh kesempatan agar bisa produktif dan tumbuh berkembang. Pemakai yang segan merasa bahwa mereka hidup di tengah dunia yang menakutkan dan rawan masalah.[4]
Pemahaman individu pada dasarnya merupakan pemahaman keseluruhan kepribadiannya dengan segala latar belakang dan interaksinya dengan lingkungannya. Adapun komponen tentang kepribadian yaitu aspek intelektual, sosial dan bahasa, emosi dan moral, dan psikomotor. Kepribadian individu bukan sesuatu yang berdiri sendiri, terlepas dari hubungan dengan yang lain. Kepribadian individu selalu dalam penyesuaian dirinya dengan lingkungannya. Penampilan kepribadian individu selalu disesuaikan dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya.[5]


Memahami pertumbuhan dan potensi pertumbuhan
Teori mengenai pertumbuhan konseptual dan konsep-diri membantu kita memahami diri kita sendiri, khususnya saat merencanakan dan melaksanakan program-program berorientasi perkembangan.
Pada intinya, pemakai yang pasif dan enggan tidak bisa mencapai titik penerapan dalam semua iklim organisasi, iklim tersebut hanya bisa dimanfaatkan oleh pemakai yang aktif dan omnivor. Namun, bukan hanya guru dalam level pertumbuhan rendahlah yang tidak bisa mengambil manfaat dari latihan yang mereka terima, siswa-siswa mereka juga kehilangan kesempatan untuk mempelajari apa yang disajikan oleh kurikulum yang baru.
Mengembangkan kondisi pertumbuhan yang lebih kaya
Seperti kebanyakan orang, kami juga ingin tumbuh berkembang  dan membantu siswa mengembangkan orientasi yang lebih kaya untuk tumbuh berkembang. Hal ini sangat berkaitan, sebab pengaruh utama terhadap siswa adalah apa yang kita peragakan. Jika kita memeragakan kepasifan, berarti kita menyuruh siswa kita bersikap pasif.       


[1] Bruce Joyce, dkk, Models of Teaching, (US: Pearson, 2009), hh. 376-377

[2] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2009), hh. 240-241
[3] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2009), hh. 241-242
[4]  Bruce joice, dkk, Models of Teaching, (US:P earson, 2009), hh. 396-397
[5] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2009), hh. 215-216



Tidak ada komentar:

Posting Komentar