Anak Abah nang Manis

Anak Abah nang Manis
Nama mu hidup dalam hembusan pagi yg indah

Sabtu, 05 Maret 2016

pendalaman materi PAI, materi akidah



PENDALAMAN MATERI PAI
HASANAH/ 1402521328
A.  Materi tentang Akidah
B.  Analisis Materi
Dalam materi pembelajaran ini sudah tepat diterapkan kepada siswa madrasah aliyah karena pada umur-umur ini mengalami kegoncangan dalam beragama. Kadang-kadang sangat tekun menjalankan ibadah, tetapi pada waktu yang lain, enggan melaksanakannya, bahkan menunjukkan sikap seolah-olah anti agama. Kekecewaan yang dialami oleh remaja dalam kehidupan dapat membawa akibat terhadap sikapnya kepada agama. Sikap dan minat siswa terhadap masalah keagamaan dapat dikatakan sangat bergantung pada kebiasaan masa kecil dan lingkungan agama. Dengan demikian materi tersebut sudah tepat diberikan dalam membekali siswa untuk kehidupan sekarang dan masa yang akan datang.
Selanjutnya akan kita lakukan analisis secara detail, apakah materi tersebut sudah sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar, memang sudah sesuai, akan tetapi dalam uraian materi tersebut masih perlu penjelasan lagi. Pada materi akidah, pada awal materi dijelaskan pengertian makna akidah secara sederhana dan istilah, kemudian ditambah dengan berbagai pendapat dari beberapa para ahli. Sedangkan pada materi prinsip-prinsip akidah, tidak dapat dipahami bagian mana yang menjelaskan prinsip-prinsip akidah maka harus diperjelas sehingga dapat mengambil suatu kesimpulan setelah mempelajarinya. Ruang lingkup akidah sudah dapat dipahami dengan tepat, hanya perlu ditambahkan dalil-dalil sebagai penunjang baik berupa dalil aqli maupun dalil naqli pada pembahasan ruang lingkup akidah tersebut. Sedangkan pada setiap penjelasan materi sudah ada dimuat contoh-contoh. Metode peningkatan akidah dalam materi ini juga agak sulit dimengerti oleh siswa karena dalam uraian sebenarnya metode apa saja yang digunakan dalam meningkatkan akidah. Oleh karena itu, mungkin bagi siswa yang benar-benar mampu memahami secara dalam dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa metode apa yang dijelaskan secara tersirat digunakan dalam meningkatkan akidah dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan bagi siswa yang tidak suka membaca itu agak mengalami kesulitan. Kualitas akidah dalam kehidupan sudah cukup dipahami siswa dalam proses belajar, memang materi ini sudah sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar akan tetapi dalam uraian materi kadang kala masih kurang jelas. Namun apabila seorang guru memahami akan hal yang demikian itu, maka dapat ditunjang dengan berbagai sumber belajar sehingga materi dapat secara keseluruhan dikuasai oleh siswa. Dalam hal ini, apabila seorang guru hanya menggunakan satu buku dalam proses belajar mengajar dan tidak menambah pengetahuan yang lain, maka dalam proses evaluasi akhir belajar siswa akan mengalami kesulitan karena masih ada materi yang belum dijelaskan atau diketahui oleh siswa tersebut.
Demikian analisis terhadap materi  akidah  dalam hal ini seharusnya seorang guru menjelaskan dengan bahasa yang sederhana berdasarkan tingkat pemahaman setiap siswa. Kedua materi tersebut sudah dapat diberikan pada siswa aliyah karena berdasarkan pada perkembangan kemampuan berpikir formal, pada tahap ini sudah dialami oleh beberapa remaja pada usia 11- 14 tahun. Akan tetapi, tidak semua siswa dalam usia tersebut dapat mencapai kemampuan berpikir formal, perkembangan kemampuan formal juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Apabila siswa dalam kehidupan sehari-hari menambah informasi yang disimpan dalam otak, maka akan berpengaruh pada kemampuan berpikir reflektif. Kemudian banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah akan berpengaruh pada kemampuan berpikir proporsional. Pada setiap siswa adanya kebebasan berpikir akan berpengaruh pada keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal dan kebebasan menjajaki masalah secara komprehensif serta keberanian memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
C.  Metode pembelajaran
Dalam proses belajar mengajar pada materi Akidah pada siswa aliyah yang menggunakan metode ceramah, memang cocok karena permasalahan akidah tidak dapat secara langsung diterapkan kepada siswa sebelum menjelaskan terlebih dahulu dengan menggunakan bahasa dan kemampuan tingkat berpikir siswa dalam menerima materi tersebut. Tidak dapat seorang guru, ketika melakukan proses belajar mengajar dengan tidak memperhatikan kondisi psikologis dan lingkungan kehidupan siswa. Dengan demikian, sampaikan materi pembelajaran secara bertahap-tahap.
Sedangkan dalam metode tanya jawab pada materi tersebut dapat digunakan dalam pembelajaran akan tetapi terlebih dahulu mengetahui kesiapan belajar siswa, tipe belajar siswa. Kadang kala seorang guru tidak mengetahui bahwa siswa yang ini suka belajar dengan melihat, mendengar atau keduanya. Jadi kalau siswa tidak pandai bicara, mungkin hanya diam dengan tidak bertanya apabila ada kesempatan yang diberikan seorang guru kecuali seorang siswa yang memang pandai bicara, maka proses belajar hanya didominasi siswa tersebut saja. Dalam hal ini, menurut saya sebaiknya mulailah metode tanya jawab dengan menarik perhatian siswa secara keseluruhan, jangan gunakan bahasa yang terlalu mendalam. Setelah siswa mulai tertarik dalam pembicaraan tanya jawab tersebut, barulah materi diperdalam sesuai kemampuan daya pemahaman siswa.
Materi Akidah dapat menggunakan metode diskusi kelompok apabila sebelumnya siswa banyak menggali pengetahuan diberbagai sumber belajar, namun bila tidak ada pengetahuan yang cukup bagi siswa, maka sulit dilakukan diskusi kelompok. Kadang ada siswa yang hanya diam, berbeda dengan siswa yang memiliki pengetahuan dengan mudah melakukan diskusi. Menurut saya, metode diskusi kelompok dapat dilakukan apabila seorang guru merencanakan kegiatan tersebut secara matang dan menyediakan sumber belajar, juga memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar setiap saat.
Metode inkuiri dapat juga digunakan dalam proses belajar mengajar, apabila jumlah siswa dalam kelas tidak terlalu banyak dan seorang guru memiliki waktu yang cukup, dalam hal ini memang bagus diterapkan dalam mengembangkan intelektual siswa, terjadi interaksi antar siswa, dan belajar untuk berpikir dan keterbukaan dengan siapapun. Menurut saya, cocok diterapkan pada materi tersebut, akan tetapi seorang guru hanya dapat melakukan pada kelompok siswa yang rata-rata memiliki kemauan dan kemampuan berpikir, tidak dapat dilakukan dengan siswa yang tidak ada kemauan dan kemampuan berpikir,  jadi seorang guru harus mengetahui tingkat kemampuan berpikir siswa terlebih dahulu. Sedangkan siswa dalam kelas belajar tidak semuanya sama kemampuan berpikirnya karena adanya perbedaan dari segi biologis, intelektual dan psikologis.
Metode pengamatan dalam proses belajar dapat dilakukan dengan mengajak siswa secara langsung pada lingkungan yang sesuai dengan materi tersebut, akan tetapi seorang guru terlebih dahulu dalam memberikan materi, siswa benar-benar memahami dengan benar dan tepat. Seorang guru harus dapat menghubungkan materi dengan berbagai contoh dilapangan atau kemungkinan lain. Namun dalam hal ini, seorang guru sudah dapat mengendalikan emosi siswa dengan benar.
Dari semua metode yang digunakan dalam materi Akidah  menurut saya yang tepat adalah metode yang dapat menyentuh perasaan dan pemikiran siswa dengan tahap: 1) mengajak siswa memperhatikan berbagai benda di alam, mengulang-ulang pelajaran yang lalu, dan menceritakan cerita yang ada hubungannya dengan materi. 2) seorang guru membacakan pelajaran dan menjelaskan kepada siswa. Kemudian mendiskusikan materi dengan cara yang dapat menyentuh hati sanubari siswa sehingga bisa siswa terima dengan puas. 3)  seorang guru harus dapat menghubungkan antara akidah yang telah siswa pelajari dan yang sedang dipelajari dengan kejadian-kejadian yang ada di masyarakat, agar dapat siswa membandingkan atau mencocokkan dengan akidah yang baru mereka pelajari. 4) seorang guru mengambil inti materi dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh siswa. Dalam hal ini, seorang guru juga mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat memahami materi yang diberikan.
D.  Evaluasi pembelajaran
Dalam evaluasi materi tentang akidah  ini tidak dapat di pahami sebagian siswa karena memerlukan pemahaman yang tepat, oleh karena itu lakukan evaluasi sesuai tingkat pikir siswa. Evaluasi ini juga tidak mencakup semua item-item indikator.
Pada evaluasi multiple choice akan dijabarkan bahwa pada item soal no 1, 2, 3, dan 5 sudah mencakup dalam pengertian akidah. Pada item soal no 6 dan 7 sudah mencakup dalam prinsip-prinsip akidah. Pada item soal no 8 memuat ruang lingkup akidah. Pada item soal no 9, 10, dan 13 mencakup dalam metode peningkatan akidah. Sedangkan pada item soal no 11, 12, 14, dan 15 mencakup dalam kualitas akidah dalam kehidupan.
Sedangkan jawaban singkat hanya memuat item soal no 1 dan 4 mencakup pengertian akidah. Pada item soal no 2 dan 3 mencakup pada prinsip-prinsip akidah, dan pada item soal no 5 memuat kualitas akidah dalam kehidupan.
 Evaluasi hanya berbentuk tes tertulis dengan jawaban singkat dan multiple choice. Menurut saya, evaluasi harus memuat tes tertulis yang  menggambarkan sejauh mana siswa menguasai materi, tes lisan dilakukan untuk mengetahui seberapa dalam pemahaman siswa dalam materi dan penilaian sikap dan perilaku siswa dilakukan untuk mengetahui  apakah siswa sudah dapat menerapkan materi dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam bentuk tes tertulis multiple choice dalam materi akidah no. 4 pada halaman 14 tidak ditemukan penjelasan tersebut, apabila seorang guru tidak menambah pengetahuan maka akan kesulitan nantinya siswa dalam menjawab soal tersebut.

Sabtu, 13 Februari 2016

teori belajar mengajar PAI di PAUD, pendidikan agama untuk anak usia dini



TEORI DAN PRAKTIK BELAJAR MENGAJAR PAI DI PAUD
I.       Pendahuluan
Mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan satu tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan. Telah banyak usaha yang dilakukan orangtua maupun pendidik untuk mencari dan membekali diri dengan pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan perkembangan anak. Di dalam psikologi perkembangan banyak dibicarakan bahwa dasar kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak. Proses-proses perkembangan yang terjadi dalam diri seorang anak ditambah dengan apa yang dialami dan diterima selama masa anak-anaknya secara sedikit demi sedikit memungkinkan ia tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa.[1]
Pada masa kanak-kanak, anak-anak menjadi lebih kurus dan lebih panjang. Mereka membutuhkan waktu tidur yang lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Mereka mengalami peningkatan dalam berlari, melompat, meloncat, dan melempar bola. Mereka juga bertambah piawai dalam mengikat sepatu, menggambar dengan krayon, dan menuangkan sereal.[2]
Pendidikan adalah sebuah proses dengan penggunaan metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan dapat berlangsung secara informal dan nonformal di samping secara formal seperti di sekolah, madrasah, dan institusi-institusi lainnya.[3]
Ahmad Patoni dalam bukunya yang berjudul Metodologi Pendidikan Agama Islam, beliau mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha untuk membimbing kearah pertumbuhan kepribadian peserta didik secara sistematis dan pragmatis supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam sehingga terjalin kebahagiaan dunia akhirat.[4]
Dalam rangka meletakkan dasar kearah perkembangan sikap pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta anak didk guru perlu memahami kemampuan-kemampuan apa yang  harus dikuasai anak didik. Adapun tugas-tugas perkembangan masa kanak-kanak awal yang harus dijalani anak taman kanak-kanak adalah:
a.       Berkembang menjadi pribadi yang mandiri
b.      Belajar memberi, berbagi, dan memperoleh kasih sayang
c.       Belajar bergaul dengan anak yang lain
d.      Mengembangkan pengendalian diri
e.       Belajar bermacam-macam peran orang dalam masyarakat
f.       Belajar untuk mengenal tubuh masing-masing
g.      Belajar menguasai keterampilan motorik halus dan kasar
h.      Belajar mengenal lingkungan fisik dan mengendalikan
i.        Belajar menguasai kata-kata baru untuk memahami orang lain
j.        Mengembangkan perasaan positif dalam berhubungan dengan lingkungan[5]


II.    Landasan Teoritis
1.      Latar belakang psikis taman kanak-kanak
Peserta didik adalah individu manusia yang memiliki karakteristik dan keunikan tertentu, yang bersifat spesifik. Secara garis besar individu manusia terdiri atas aspek jasmani dan rohani, sebagai individu yang memiliki keragaman dalam karakteristik yang bersifat permanen maupun temporer.[6]
Anak-anak di usia prasekolah dan di program pendidikan untuk kanak-kanak awal harus diberi banyak kebebasan untuk mengekspolarasi dunia mereka. Mereka seharusnya di izinkan untuk memilih beberapa aktivitas sendiri. Jika mereka meminta melakukan aktivitas tertentu yang masuk akal, permintaan itu harus dituruti. Beri materi menarik yang akan memicu imajinasi mereka. Anak-anak pada tahap ini suka bermain. Bermain bukan hanya bermanfaat bagi perkembangan sosio emosional tetapi juga medium penting untuk pertumbuhan kognitif mereka. Secara khusus ajak mereka bermain dengan rekan seusianya dan lakukan permainan berfantasi. Bantu anak untuk bertanggung jawab dalam merapikan kembali mainan. Anak-anak bisa diberi tanaman atau bunga untuk dirawat dan dibantu untuk merawatnya. Kritik harus minimum sehingga anak tidak akan mengembangkan rasa bersalah dan kecemasan yang terlalu tinggi. Tata aktivitas dan lingkungan mereka untuk membantu kesuksesannya, bukan untuk menghambatnya. Beri mereka tugas-tugas yang tepat untuk perkembangan mereka.[7]
Masa kanak-kanak awal adalah masa dimana anak berumur 2 tahun - 6 tahun. Masa ini dimulai dengan waktu dimana anak boleh dikatakan mulai dapat berdiri sendiri, artinya tidak lagi dalam segala hal membutuhkan bantuan dan diakhiri dengan waktu dimana dia harus masuk sekolah dengan sungguh-sungguh.
Adapun ciri-ciri khas dari masa kanak-kanak adalah preschool age, pregang age, masa penyelidikan dan peninjauan, problem age, dan masa tidak senang ditimang oleh orang tua atau saudara-saudaranya.[8]
Anak usia dini adalah mereka yang berusia 3-6 tahun menurut Biechler dan Snowman. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah. Sedangkan di Indonesia, umumnya mereka mengikuti program Tempat Penitipan Anak (3 bulan – 5 tahun) dan Kelompok Bermain (3 tahun), sedangkan usia 4 tahun-6 tahun biasanya mereka mengikuti program taman kanak-kanak.[9]
Pertumbuhan diartikan sebagai perubahan alamiah secara kuantitatif pada segi jasmaniah atau fisik. Perkembangan diartikan sebagai perubahan-perubahan yang di alami oleh individu menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik fisik maupun psikis. Anak sebagai totalitas adalah makhluk hidup yang merupakan satu kesatuan dari keseluruhan aspek yang terdapat dalam dirinya, saling terjalin satu sama lain dan memberikan dukungan satu sama lain, dan anak berbeda dari orang dewasa bukan sekedar fisik tetapi secara keseluruhan.
Berbagai aspek perkembangan fisik pada masa kanak-kanak awal; 1) Perkembangan dan perubahan tubuh. 2) Nutrisi dan kesehatan oral. 3) Pola dan masalah tidur. 4) Keterampilan motorik (motorik kasar dan motorik halus).[10]
Perkembangan juga merupakan suatu proses yang sifatnya menyeluruh artinya tidak hanya dalam aspek tertentu, melainkan melibatkan keseluruhan aspek yang saling terjalin satu sama lain. Secara garis besar, proses perkembangan individu adalah proses biologis, proses kognitif, dan proses psikososial.
Perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak pada tahap preoperasional karena anak-anak belum siap terlibat dalam operasi atau manipulasi mental yang mensyaratkan pemikiran logis.
Perkembangan bahasa pada masa kanak-kanak juga sangat pesat dalam kosakata, tata bahasa, dan sintaksis.
Tanda-tanda keagamaan pada diri anak akan tumbuh terjalin secara integral dengan perkembangan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya. Perkembangan agama pada anak-anak melalui tiga tingkatan yakni:
a.        The fairy tale stage
pada tingkatan ini konsep mengenal Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih banyak di pengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.
b.        The realistic stage
konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran keagamaan dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak didasarkan atas dorongan emosional hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis.

c.         The individual stage.
Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi, konsep ketuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan personal, dan konsep ketuhanan yang bersifat humanistik pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Namun demikian, besar kecilnya pengaruh tersebut sangat bergantung pada berbagai factor yang dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Oleh karena itu, pendidikan agama lebih dititikberatkan pada bagaimana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama.[11]
The are a number of emotional patterns that are-related in that the dominant aspect of these patterns is fear. The most important are shyness, embarrassment, worry, and anxiety.[12]
Social development follows a pattern, an orderly sequence of social behavior which is similar for all children within a cultural group.[13]
Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar  Nasional Pendidikan, pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruangan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Pendidikan anak usia dini memegang peranan yang sangat penting karena pendidikan anak usia dini merupakan pondasi dasar pembelajaran yang akan mengembangkan dan mengoptimalkan potensi-potensi yang telah di miliki oleh anak. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Pasal 1 butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang di tujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang di lakukan melalui pembinaan rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Taman kanak-kanak merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan anak usia dini yang berada pada jalur pendidikan formal, sebagaimana tertuang pada UU No 20 Tahun 2003 Pasal 28 Ayat 3 bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak, raudhatul athfal, atau bentuk lain yang sederajat. Keberadaan dan penyelenggaraan taman kanak-kanak merupakan sarana untuk menstimulasi anak dengan melakukan pembiasaan dalam pembelajaran.
 Dalam pelaksanaan pendidikan anak usia dini, ada tiga hal yang dapat dijadikan sebagai landasan pertama, landasan yuridis yaitu yang terkait dengan pentingnya pendidikan anak usia dini tersirat dalam amandemen UUD 1945 pasal 28 b ayat 2, yaitu: “Negara menjamin kelangsungan hidup, pengembangan dan perlindungan anak terhadap eksploitasi dan kekerasan”. Pemerintah Indonesia juga telah menandatangani Konvensi Hak Anak melalui Keppres No.36 tahun 1990 yang mengandung kewajiban Negara untuk pemenuhan hak anak. Secara khusus pemerintah juga telah mengeluarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang  Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 28 yang terdiri dari 6 ayat, intinya bahwa Pendidikan Anak Usia Dini meliputi semua pendidikan anak usia dini, apapun bentuknya, dimana pun diselenggarakan dan siapa pun yang menyelenggarakan.
Kedua, landasan empiris yaitu dilihat dari segi pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan di Indonesia baik jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah menunjukkan bahwa anak usia dini yang memperoleh pelayanan pendidikan prasekolah masih sangat rendah. Rendahnya tingkat partisipasi anak mengikuti pendidikan anak usia dini berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. Selain itu juga terpuruknya kualitas pendidikan di segala bidang dan tingkatan, dan rendahnya kualitas calon siswa didasarkan pada suatu kenyataan bahwa selama ini perhatian terhadap pendidikan anak usia dini masih sangat minim.
Ketiga, landasan keilmuan yaitu berbagai penelitian yang dilakukan para ahli tentang kualitas kehidupan manusia dimulai dari Binet-Simon hingga Gardner yang focus pada fungsi otak yang terkait dengan kecerdasan. Otak secara fisik merupakan organ lembut di dalam kepala memiliki peran sangat penting, selain sebagai pusat sistem saraf juga berperan dalam menentukan kualitas kecerdasan seseorang. Oleh karena itu memacu para ahli untuk terus menggali dan mengembangkan optimalisasi fungsi kerja otak dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia. Optimalisasi kecerdasan dimungkinkan apabila sejak usia dini anak telah mendapatkan stimulasi yang tepat untuk perkembangan otak.[14]
2.      Pendekatan, metode dan strategi
Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakkannya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan anak didik dalam belajar.
Ketika kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik.[15]
Adapun pendekatan menurut Syaiful Bahri Djamarah yakni pendekatan individual, pendekatan kelompok, pendekatan bervariasi, pendekatan edukatif, pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan emosional, pendekatan rasional, pendekatan fungsional, pendekatan keagamaan, dan pendekatan kebermaknaan.
Pembelajaran anak usia dini memiliki dua jenis model yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru dan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Berikut beberapa pendekatan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran pada anak usia dini adalah pendekatan discovery dimana anak didik mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Pendekatan proses adalah mengembangkan kemampuan anak didik dalam keterampilan proses. Pendekatan kongkrit adalah pembelajaran yang nyata. Pendekatan holistik adalah pengembangan segenap aspek pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani peserta didik.
Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Guru dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar bergairah bagi anak didik. Dengan seperangkat teori dan pengalaman yang dimiliki, guru gunakan untuk bagaimana mempersiapkan program pengajaran dengan baik dan sistematis.[16]
Sedangkan metode yang digunakan dalam belajar mengajar di Pendidikan Anak Usia Dini yaitu metode yang berpusat pada guru dan metode yang berpusat pada peserta didik. Maka jenis-jenis metode tersebut adalah
a.        metode bermain
Menurut pendidik dan ahli psikologi,  bermain merupakan pekerjaan masa kanak-kanak dan cermin pertumbuhan anak. Melalui bermain anak memperoleh pembatasan dan memahami kehidupan. Bagi anak taman kanak-kanak belajar adalah bermain dan bermain sambil belajar.[17]
b.       metode bernyanyi
Suatu kegiatan yang dilakukan seorang guru dalam proses pembelajaran di taman kanak-kanak melalui suara  lewat nada-nada lagu yang mudah di pahami dan bermakna bagi anak dengan tanpa disadari terhipnotis oleh lagu yang setiap waktu dinyanyikan dalam lingkungan pendidikan bahkan teraplikasikan dalam kehidupan di rumah, dengan istilah kata menjadi kebiasaan. Oleh karena itu, berikan lah lagu yang bernafaskan nilai-nilai pendidikan sehingga menjadikan anak mengingat selalu akan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya seumur hidup.
 c. metode bercerita
Suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru kepada siswa, orang tua kepada anaknya, guru bercerita kepada pendengarnya. Suatu kegiatan yang bersifat seni karena erat kaitannya dengan keindahan dan sandaran kepada kekuatan kata-kata yang dipergunakan untuk mencapai tujuan cerita. Berbagai macam cerita tersebut tidak semuanya layak di konsumsi (di baca) oleh anak-anak. Para orang tua dan pendidik haruslah mampu untuk menyeleksi, memfilter buku-buku cerita yang pantas di berikan kepada anak-anak.
Bercerita merupakan cara untuk meneruskan warisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Keterlibatan anak terhadap dongeng yang diceritakan akan memberikan suasana segar, menarik, dan menjadi pengalaman yang unik bagi anak. Makna penting bagi perkembangan anak melalui bercerita dapat mengkomunikasikan nilai budaya, nilai social, nilai keagamaan, menanamkan etos kerja, etos waktu, etos alam, membantu mengembangkan fantasi anak, mengembangkan dimensi kognitif anak, dan mengembangkan dimensi bahasa anak.
Adapun teknik mendongeng antara lain: membaca langsung dari buku cerita, menggunakan ilustrasi suatu buku sambil meneruskan bercerita, menggunakan papan flannel, menggunakan boneka, melalui permainan peran,  dari majalah bergambar, melalui filmstrip, cerita melalui lagu, dan melalui rekaman audio.[18]
d. metode karyawisata
 Bagi anak taman kanak-kanak karyawisata berarti memperoleh kesempatan untuk mengobservasi, memperoleh informasi, atau mengkaji segala sesuatu secara langsung.[19]
e. metode demontrasi
Demontrasi berarti menunjukkan , mengerjakan, dan menjelaskan. Makna  penting demontrasi bagi anak taman kanak-kanak antara lain: memperlihatkan secara konkret apa yang dilakukan, mengkomunikasikan gagasan, mengembangkan kemampuan mengamati secara teliti dan cermat, mengembangkan kemampuan peniruan dan pengenalan secara tepat.[20]

f. metode berdialog
Suatu kegiatan yang terjadi antara dua orang atau dengan beberapa orang, dalam dunia pendidikan terdapat adanya seorang guru dan peserta didik. Seorang guru duduk mengelilingi peserta didik untuk membahas suatu materi dengan memulai pembicaraan yang ringan, bisa guru yang bertanya terlebih dahulu atau peserta didik yang memulai bertanya, setelah itu seorang guru dapat memberikan suatu kesimpulan atas dialog untuk mengakhiri kegiatan tersebut.
g. metode pemberian tugas
Adapun strategi yang digunakan dalam belajar mengajar di Pendidikan Anak Usia Dini yaitu bercerita, bernyanyi, permainan, dan puzzle.
3.      Materi pendidikan taman kanak-kanak
Adapun materi pendidikan yang diberikan adalah sesuai dengan tema dalam sebuah kurikulum yang sudah ditetapkan, yakni materi anak usia lahir sampai 3 tahun adalah pengenalan diri sendiri, pengenalan perasaan, pengenalan tentang orang lain, pengenalan berbagai gerak, mengembangkan komunikasi, dan keterampilan berpikir. Sedangkan materi anak usia 3 tahun sampai 6 tahun adalah keaksaraan, konsep matematika, pengetahuan alam, pengetahuan sosial, seni, teknologi, dan keterampilan proses.
Dalam kurikulum ini, anak mendapat pengalaman luas karena antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain saling berkaitan. Adapun pokok-pokok pendidikan yang harus diberikan kepada anak tiada lain adalah ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni akidah, ibadah, dan akhlak.


a.       Pendidikan akidah
Islam menempatkan pendidikan akidah pada posisi yang paling mendasar, yakni terposisikan dalam rukun yang pertama dari rukun Islam yang lima, sekaligus sebagai kunci yang membedakan antara orang Islam dan non muslim. Terlebih pada kehidupan anak, maka dasar-dasar akidah harus terus menerus ditanamkan pada diri anak agar setiap perkembangan dan pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh akidah yang benar.[21]
Sebagaimana yang terdapat dalam surah Luqman ayat 13, sebagai berikut ini
وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ ١٣
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Ayat di atas sangat jelas menerangkan bahwa pendidikan pertama yang harus diberikan orang tua atau guru adalah penanaman nilai akidah yang benar dimulai sejak dini pada lingkungan keluarga dan dilanjutkan pada lingkungan taman kanak-kanak. Oleh karena itu, seorang guru taman kanak-kanak harus benar-benar memperhatikan perkembangan anak didik secara terus menerus dan memberikan pembelajaran sesuai dengan daya tangkap dan pemahaman anak didik sehingga mudah di ingat anak didik sampai melanjutkan pendidikan selanjutnya.


b.      Pendidikan ibadah
Tata peribadatan menyeluruh sebagaimana termaktub dalam fiqh Islam itu hendaklah diperkenalkan sedini mungkin dan sedikit dibiasakan dalam diri anak. Hal itu dilakukan agar kelak mereka tumbuh menjadi insan yang benar-benar taqwa, yakni insan yang taat melaksanakan segala perintah agama dan taat pula dalam menjauhi segala larangannya. Ibadah sebagai realisasi dari akidah Islamiah harus tetap terpancar dan teramalkan dengan baik oleh setiap anak.[22]
Sebagaimana dalam surah Al Bayyinah ayat 5 sebagai berikut
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ ٥
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.
Ayat di atas menjelaskan bahwa anak didik harus diberikan materi pembelajaran shalat sesuai kondisi fisik dan psikologis, mereka diberikan penjelasan yang sederhana, kemudian mempraktikkan shalat secara berjamaah dengan pengawasan dari guru. Apabila ada kesalahan, maka seorang guru harus menjelaskan dan mempraktikkan bagaimana shalat yang benar sehingga anak didik selalu mengingat sepanjang hidup bahwa itulah shalat yang benar menurut ajaran Islam.



c.       Pendidikan akhlak
Dalam rangka menyelamatkan dan memperkokoh akidah Islamiah anak, pendidikan anak harus dilengkapi dengan pendidikan akhlak yang memadahi. Maka dalam rangka mendidik akhlak kepada anak-anak, selain harus diberikan keteladanan yang tepat, juga harus ditunjukkan tentang bagaimana harus menghormati dan seterusnya.
Dengan demikian dalam rangka mengoptimalkan perkembangan anak dan memenuhi karakteristik anak yang merupakan individu unik, yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang berbeda, maka perlu dilakukan yaitu dengan memberikan rangsangan-rangsangan, dorongan-dorongan, dan dukungan kepada anak.
Dalam merencanakan dan mengembangkan program untuk anak usia dini selain harus memperhatikan seluruh aspek perkembangan anak, program tersebut juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan anak. Selain itu, dalam program kegiatan belajar  yang disiapkan harus dapat menanamkan dan menumbuhkan sejak dini pentingnya pembinaan perilaku dan sikap yang dapat dilakukan melalui pembiasaan yang baik.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam surah Al- Isra ayat 37 sebagai berikut
وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّكَ لَن تَخۡرِقَ ٱلۡأَرۡضَ وَلَن تَبۡلُغَ ٱلۡجِبَالَ طُولٗا ٣٧
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.
Ayat di atas menjelaskan bahwa salah satu akhlak yang tercela adalah sombong, anak didik harus di jelaskan mengapa tidak boleh bersikap sombong dengan bahasa sederhana sehingga sejak dini anak didik sudah bersikap rendah hati terhadap siapapun, penanaman nilai akhlak akan terus berlangsung di lingkungan taman kanak-kanak. Dengan demikian anak didik akan terbiasa rendah hati sampai melanjutkan pendidikan selanjutnya di mana sifat tersebut sudah terpatri dalam hatinya.
Selain pembentukan sikap dan perilaku yang baik tersebut, anak memerlukan pula kemampuan intelektual agar anak siap menghadapi tuntutan masa kini dan masa datang. Maka dari itu anak memerlukan pengusaan berbagai kemampuan dasar agar anak siap dan dapat menyesuaikan diri dalam setiap segi kehidupannya. Sehubungan dengan hal itu, maka program pendidikan anak usia dini dapat mencakup bidang pembentukan sikap dan pengembangan kemampuan dasar yang keseluruhannya berguna untuk mewujudkan manusia Indonesia yang mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan mempunyai bekal untuk memasuki pendidikan selanjutnya.
Menurut Siskandar, kurikulum untuk anak usia dini sebaiknya memperhatikan beberapa prinsip. Pertama, berpusat pada anak, artinya anak merupakan sasaran dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik. Kedua, mendorong perkembangan fisik, daya pikir, daya cipta, social emosional, bahasa dan komunikasi sebagai dasar pembentukan pribadi manusia yang utuh. Ketiga, memperhatikan perbedaan individu anak, baik perbedaan keadaan jasmani, rohani, kecerdasan, dan tingkat perkembangannya.
Acuan menu pembelajaran pada pendidikan anak usia dini telah mengembangkan program kegiatan belajar anak usia dini. Program tersebut dikelompokkan dalam enam kelompok umur, yaitu: lahir- 1 tahun, 1-2 tahun, 2-3 tahun, 3-4  tahun, 4-5 tahun, dan 5-6 tahun. Masing-masing kelompok umur dibagi dalam enam aspek perkembangan yaitu: perkembangan moral dan nilai-nilai agama, perkembangan fisik, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan social emosional, dan perkembangan seni dan kreativitas.
Masing-masing aspek perkembangan tersebut dijabarkan dalam kompetensi dasar, hasil belajar, dan indicator. Kompetensi dasar merupakan pengembangan potensi-potensi perkembangan anak yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan yang harus dimiliki anak sesuai dengan usianya. Hasil belajar merupakan cerminan kemampuan anak yang dicapai dari suatu tahapan pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar. Adapun indikator merupakan hasil belajar yang lebih spesifik dan terukur dalam satu kompetensi dasar.
Muatan materi enam aspek pengembangan di atas dalam prakteknya di lapangan masih perlu dikembangkan lebih lanjut oleh penyelenggara atau pendidik. Penyusunan menu pembelajaran menurut kelompok umur anak diharapkan dapat dilihat sebagai proses yang bersifat kontinum sehingga tidak dapat ditafsirkan secara kaku.
Indikator-indikator kemampuan yang diharapkan pada pencapaian hasil belajar pada masing-masing aspek pengembangan, disusun berdasarkan sembilan kemampuan belajar anak usia dini. Kecerdasan linguistic yang dapat dirancang melalui berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, berdiskusi, dan bercerita.
Kecerdasan logika-matematika dapat dirangsang melalui kegiatan menghitung, membedakan bentuk, menganalisis data dan bermain dengan benda-benda. Kecerdasan visual-spasial yaitu kemampuan ruang yang dapat dirangsang  melalui bermain balok dan bentuk-bentuk geometri melengkapi puzzle, menggambar, melukis, menonton film maupun bermain dengan daya khayal. Kecerdasan musical yang dapat dirangsang  melalui irama, nada, birama, berbagai bunyi dan bertepuk tangan. Kecerdasan kinestetik dapat dirangsang melalui gerakan, tarian, olahraga, dan terutama gerakan tubuh. Kecerdasan naturalis yaitu mencintai keindahan alam dapat dirangsang melalui pengamatan lingkungan, bercocok tanam, memelihara binatang, termasuk mengamati fenomena alam seperti hujan, angina, banjir, pelangi, siang malam, panas dingin, dan bulan matahari. Kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan untuk melakukan hubungan antar manusia yang dapat dirangsang  melalui bermain bersama teman, bekerjasama, bermain peran, dan memecahkan masalah. Kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan untuk memahami diri sendiri yang dapat dirangsang melalui pengembangan konsep diri, harga diri, mengenal diri sendiri, percaya diri, control diri, dan disiplin. Kecerdasan spiritual yaitu kemampuan mengenal dan mencintai ciptaan Allah melalui penanaman nilai-nilai moral dan agama.[23]   
III. Temuan di Lapangan
1.      Gambaran lokasi praktik
Lokasi yang di jadikan sebagai praktik belajar mengajar Pendidikan Agama Islam di Pendidikan Anak Usia Dini yaitu  di Kecamatan Banjarmasin Timur, Jl. Pandu III RT 30 No.18 Banjarmasin dengan  nama taman kanak-kanak adalah Al Hidayah di bawah naungan sebuah yayasan yang dikelola oleh H. Sastra Hadi dengan dibantu seorang sekretaris yakni M. Mahalli, S. Ag dan seorang bendahara yakni Hj. Rusmila, S.Ag. Taman kanak-kanak ini sekarang di pimpin seorang ibu yang bernama Siti Aisyah, dengan jumlah guru 2 orang perempuan, guru yang mengajar kelompok A yaitu ibu Siti Aisyah dengan jumlah peserta didik 13 orang yakni laki-laki 6 orang dan perempuan 7 orang dan guru yang mengajar kelompok B yaitu ibu Rusnaniah,S.Pd dengan jumlah peserta didik 10 orang yakni laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Ruangan kelas bertingkat dengan ukuran yang tidak memadai, kelompok A berada di lantai dasar sedangkan kelompok B berada di lantai atas. Sarana dan prasarana untuk praktik beribadah tidak lengkap dan   halaman taman kanak-kanak pun juga sempit.


2.      Materi pendidikan yang di temukan
Adapun materi yang diberikan berdasarkan tema yaitu diri sendiri, lingkungan ku, kebutuhan ku, binatang, tanaman , rekreasi, air, udara dan api, alat komunikasi, tanah air ku, dan alam semesta, bintang dan bulan.
3.      Pendekatan, metode dan strategi
Sedangkan pendekatan yang digunakan oleh guru adalah pendekatan kongkrit, pendekatan proses, dan pendekatan discovery. Untuk metode yang digunakan guru tersebut adalah bermain, bercerita, bernyanyi, dan berdialog. Sedangkan untuk strategi yaitu bercerita dan bernyanyi.
4.      Proses belajar mengajar PAI di Taman Kanak-Kanak Al Hidayah
Sebelum anak-anak tiba disekolah, pada hari senin: seorang guru membersihkan lantai, menyiapkan peralatan belajar anak-anak, menyiapkan air minum, ketika jarum jam menunjukkan jam delapan, anak-anak disiapkan untuk berbaris upacara bendera, seorang berdiri di samping anak-anak sebagai pengawas, bendera sudah diletakkan terlebih dahulu di depan anak-anak berbaris, ada anak yang mendapat tugas yang membaca pancasila, anak yang membaca doa, sedangkan untuk menyanyikan lagu kebangsaan dilakukan bersama-sama antara anak-anak dengan guru, untuk pembinaan seorang guru akan menyampaikan sedikit pesan moral kepada anak-anak seperti jangan buang sampah sembarangan, harus mandi, berpakaian yang bersih dan rapi, setelah selesai baru anak-anak satu persatu memasuki kelas bergiliran dengan bersalaman dengan guru yang berdiri di samping pintu, kemudian anak-anak duduk dengan rapi berbentuk melingkar, seorang guru berada di samping anak-anak untuk memulai berdo’a belajar bersama-sama setelah itu bernyanyi lagu garuda pancasila, baru seorang guru melakukan absen anak-anak dengan penyebutan satu persatu. Kemudian anak-anak kelompok B baru menuju kelas atas. Anak-anak duduk dengan rapi di kursi, kemudian dibagikan buku tulis untuk menulis kata-kata yang telah ditulis ibu guru di papan tulis, anak-anak mengerjakan sambil berbicara di selingi tertawa riang, setelah selesai mengerjakan semuanya, barulah berdo’a mau makan bersama-sama lagi, ibu guru mengasih makanan ringan kepada anak-anak secara bergiliran, anak-anak membayar makanan tersebut dengan uang saku mereka. Jam istirahat anak-anak memakan makanan sambil bermain di muka halaman, setelah jam istirahat selesai anak-anak masuk kelas dengan tertib lagi, duduk dengan rapi lagi untuk bersiap-siap berdo’a setelah makan. Kemudian bernyanyi bersama-sama lagu kebangsaan setelah itu di minta satu persatu anak menyanyi di depan kelas. Kemudian anak-anak membaca do’a mau pulang bersama-sama dengan merapikan pakaian dan tas mereka, bersalaman dengan ibu guru serta mengucapkan salam dengan tertib.
Table kegiatan belajar mengajar di taman kanak-kanak Al Hidayah sebagai berikut.
No.
Hari
Kegiatan
1.
Senin
Berdo’a sebelum belajar
Bernyanyi
Mengabsen kehadiran anak-anak
Menulis kata
Berdo’a sebelum makan
Istirahat
Berdo’a sesudah makan
Bernyanyi
Berdo’a pulang
2.
Selasa
Berdo’a sebelum belajar
Mengabsen kehadiran anak-anak
Bernyanyi
Mewarna
Berdo’a sebelum makan
Istirahat
Berdo’a sesudah makan
Menulis angka
Bernyanyi/ bercerita
Berdo’a pulang


3.
Rabu
Senam pagi
Berdo’a sebelum belajar
Mengabsen kehadiran anak-anak
Bernyanyi
Membaca
Berdoa’ sebelum makan
Istirahat
Berdo’a sesudah makan
Mengenal huruf
Bernyanyi/ bercerita
Berdo’a pulang
4.
Kamis
Berdo’a sebelum belajar
Mengabsen kehadiran anak-anak
Bernyanyi
Berhitung
Berdo’a sebelum makan
Istirahat
Berdo’a sesudah makan
Membaca iqra
Bernyanyi/ bercerita
Do’a pulang
5.
Jum’at
Infaq jum’at
Do’a sebelum belajar
Mengabsen kehadiran anak-anak
Bernyanyi
Menulis Arab/ praktik shalat berjamaah
Berdo’a sebelum makan
Istirahat
Berdo’a sesudah makan
Bernyanyi
Do’a pulang
6.
Sabtu
Olah raga (senam/ jalan-jalan santai)
Berdo’a sebelum belajar
Mengabsen kehadiran anak-anak
Bernyanyi
Bermain bersama/ bercerita/ menggambar bebas/ berhitung/ makan bersama
Berdo’a sebelum makan
Istirahat
Berdo’a sesudah makan
Bernyanyi
Do’a pulang

IV.  Analisis Teoritis dan Praktik
1.      Analisis teoritis
Setelah mencermati dengan seksama landasan teoritis pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pendidikan Anak Usia Dini sudah  tepat untuk anak dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Akan tetapi dalam hal ini seorang guru harus menguasai ilmu kependidikan anak usia dini, ilmu administrasi yang berkaitan dengan lembaga pendidikan tersebut, dan mempelajari dan memahami ilmu psikologi pertumbuhan dan perkembangan anak didik sehingga dalam bergaul dengan anak-anak, anak-anak merasa aman, nyaman, dan menyenangkan, kadang anak-anak merasa takut terhadap dalam hal ini tidak ada rasa nyaman selama proses pembelajaran berlangsung. Anak-anak suka meniru sikap kita sebagai seorang guru pada saat mereka berkumpul sesame teman sebaya. Oleh karena itu, sebagai seorang guru harus bersikap sebagaimana yang tertuang dalam kode etik seorang guru sehingga anak-anak menyerap nilai-nilai yang baik untuk di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Analisis praktik
Seorang guru dalam praktiknya belum sesuai dengan teori pendidikan anak usia dini, di mana guru tersebut tidak mengenyam pendidikan yaitu ilmu kependidikan, kemudian taman kanak-kanak ini tidak tersedia sarana dan prasarana yang memadai sehingga dalam proses pembelajaran yang berlangsung tidak dapat di lakukan secara maksimal. Untuk mencapai suatu tujuan yang berdasarkan undang-undang maka seorang guru dalam sebuah lembaga pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan pendidikan tersebut.



V.                Penutup
Anak usia dini adalah mereka yang berusia 3-6 tahun menurut Biechler dan Snowman. Secara garis besar, proses perkembangan individu adalah proses biologis, proses kognitif, dan proses psikososial.
Pendekatan dalam belajar mengajar yaitu discovery, proses, kongkrit dan holistik. Sedangkan metode yang digunakan adalah bermain, bernyanyi, bercerita, karya wisata, demonstrasi, berdialog, dan pemberian tugas. Adapun strategi yang dilakukan adalah bercerita, bernyanyi, dan permainan, dan puzzle.
Materi anak usia lahir sampai 3 tahun adalah pengenalan diri sendiri, pengenalan perasaan, pengenalan tentang orang lain, pengenalan berbagai gerak, mengembangkan komunikasi, dan keterampilan berpikir. Sedangkan materi anak usia 3 sampai 6 tahun adalah keaksaraan, konsep matematika, pengetahuan alam, pengetahuan sosial, seni, teknologi, dan keterampilan proses.





[1] Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Gunung Mulia, 1995), h. 3
[2] Diane E.Papalia, dkk, Human Development, (Jakarta: Kencana, 2010),  h. 310
[3] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hh. 5-6
[4] Ahmad Patoni, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), h. 15
[5] Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di Taman Kanak- Kanak, (Rineka Cipta: Jakarta, 1999), hh. 4-5
[6] Nana Syaodih Sukmadinata, Erliany Syaodih, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, ( Bandung: Refika Aditama, 2012), h. 60
[7] John W Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 89
[8] Soesilowindradini, Psikologi Perkembangan Masa Remaja, (Surabaya:Usaha Nasional,  ), hh. 89-90
[9] Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 19
[10] John W Santrock, Op. Cit, hh. 310-316
[11] Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 57
[12] Elizabeth B. Hurlock, Child Development, ( New York: McGraw Hill, 1980), h. 199
[13] Ibid, h. 234                   
[14] Mansur, Op. Cit., hh. 93-97
[15] Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 53
[16] Ibid., h. 72
[17] Moeslichatoen R,Op. Cit.,  h. 24
[18] Moeslichatoen, Op. Cit., hh. 26-27
[19] Ibid., h. 25
[20] Ibid., h. 27
[21] Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 116
[22] Ibid., hh. 116-117
[23] Ibid., hh.116-121