MODEL PPSI DAN
GLASSER
MAKALAH
Dipersentasikan
pada seminar kelas
Mata Kuliah Model Pembelajaran PAI
Dosen
Pengampu:
Dr.
Hj. Salamah, M.Pd
Oleh
Norhasanah
1402521328
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
PROGRAM PASCA SARJANA
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2015
KATA
PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla yang dengan
kepemurahan-Nya yang tak terhingga mengutus Rasulullah SAW untuk menyampaikan
cahaya-Nya kepada seluruh manusia. Sebagai sumber cahaya kebenaran dalam
perjalanan manusia hingga akhir zaman.
Seorang guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran
terlebih dahulu membuat desain/ perencanaan pembelajaran. Dalam mengembangkan
rencana pembelajaran, seorang guru harus menggunakan model desain yang dianggap
cocok untuk dikembangkan. Model pembelajaran merupakan suatu cara yang
sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan , dan mengevaluasi seperangkat
materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Penulis merasa tak sempurna
dalam hal apapun, karena kesempurnaan hanya milik Allah semata. Dalam hal ini
penulis membahas sedikit tentang pengertian model, pengertian PPSI,
latarbelakang munculnya model PPSI, langkah-langkah pokok pengembangan model
PPSI, nilai positif pelaksanaan PPSI, kelebihan dan kekurangan model PPSI, dan
desain model pembelajaran PPSI. Sedangkan model glasser hanya memuat pokok
bahasan langkah-langkah dalam mengembangkan desain model glasser.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh
karena itu, demi kesempurnaan makalah ini penulis meminta untuk memberikan
kritik dan sarannya yang bersifat membangun.
Banjarmasin, 27 Maret 2015
|
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
B. Model Glasser ........................................................................... 12
BAB III PENUTUP..................................................................................... 14
Simpulan......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 15
PENDAHULUAN
Sejalan dengan semakin pesatnya laju pembangunan di
segala bidang di mana semenjak REPELITA I sampai REPELITA IV merupakan
prioritas utama diberikan pada bidang pendidikan, maka sistem pendidikan di
Indonesia mengalami perubahan dan pembaharuan.
Pembaharuan dalam sistem pendidikan tersebut, mulai
dirintis pada tahun 1973 dengan mulai diterapkannya sistem pendidikan baru yang
tidak lagi menggunakan pendekatan dengan berorientasi kepada materi pelajaran
seperti sistem lama yang telah berjalan selama ini melainkan telah beralih dengan menggunakan pendekatan
yang berorientasi kepada tujuan pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam GBHN.
Pada langkah-langkah permulaan, PPSI umumnya diterapkan
di sekolah-sekolah tingkat menengah baik menengah pertama maupun menengah atas
(SMP/SMA), sedangkan untuk tingkat SD dilakukan secara berangsur-angsur dimulai
dari SD Inpres. Hal ini dapat dimengerti, mengingat guru-guru sekolah menengah
lebih memungkinkan untuk menerapkan sistem instruksional tersebut sebab pada
dasarnya memegang mata pelajaran tertentu, sedangkan guru-guru SD adalah pemangku
kelas yang bertugas mengajarkan semua mata pelajaran di kelas tertentu sehingga
akan lebih berat apabila mereka menerapkan sistem baru tersebut.
Karena itulah timbulnya gagasan untuk mengangkat lebih
banyak lagi guru-guru baru kemudian akhirnya dapat merubah sistem pendidikan SD
sehingga sama dengan SMP/SMA di mana guru tidak lagi sebagai pemangku kelas
akan tetapi sebagai pemegang mata pelajaran, sehingga sistem PPSI dapat mereka
laksanakan.
Di awal paruh kedua abad ke-20 ini mengajar masih
diartikan sebagai sebuah proses
pemberian bimbingan dan memajukan kemampuan pembelajar siswa yang semuanya
dilakukan dengan berpusat pada siswa. Mengajar harus bertitik tolak dari
kondisi siswa untuk diberi berbagai pengalaman baru, serta pemberian bimbingan
untuk memperoleh berbagai pengalaman baru guna mencapai berbagai kemajuan.
Pandangan pedagogis dari ilmuwan pendidikan di awal paruh kedua abad ke-20 sudah
berkembang menuju model pendidikan yang berpusat pada siswa, hanya keterlibatan
dan peran guru dalam proses pembelajaran masih sangat besar.
Bersamaan dengan itu penegrtian mengajar juga berubah.
Salah satu pengertian mengajar yang berbasis pada pandangan tersebut
dikemukakan oleh Kenneth D. Moore, yang menurutnya mengajar adalah sebuah
tindakan dari seseorang yang mencoba untuk membantu orang lain mencapai
kemajuan dalam berbagai aspek seoptimal mungkin sesuai dengan potensinya.
Pandangan ini didasari oleh sebuah paradigma bahwa tingkat keberhasilan
mengajar bukan pada seberapa banyak ilmu yang disampaikan guru pada siswa, dan
seberapa besar guru memberi peluang pada siswa untuk belajar tapi seberapa
besar guru memfasilitasi para siswanya untuk meningkatkan keterampilan dan
pengetahuannya.
Model Glasser ini membelajarkan para siswa,
memfasilitasi, dan mendorong mereka untuk mengeksporasi bahan ajar. Dengan
demikian, mengajar adalah sebuah pekerjaan yang dinamis, berbasis sebuah perencanaan
tetapi memiliki peluang untuk berubah di tengah jalan.
Dalam bab selanjutnya akan diperjelas model PPSI dan
model Glasser.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Model PPSI
Model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk
mewujudkan suatu proses, seperti penilaian kebutuhan, pemilihan media, dan
evaluasi.[1]
Secara umum istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan.[2]
PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) ialah
suatu bentuk pengajaran yang diatur menurut suatu sistem sebagai suatu kesatuan yang terorganisir,
yang terdiri dari sejumlah komponen yang saling berhubungan satu dengan yang
lain dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.[3]
Model PPSI adalah model yang dikembangkan di Indonesia untuk mendukung
pelaksanaan kurikulum 1975. PPSI berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan
pelaksanaan program pengajaran secara sistematis untuk dijadikan sebagai
pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.[4]
Adapun latarbelakang munculnya model PPSI oleh beberapa
hal berikut.
1.
Pemberlakuan kurikulum 1975, metode penyampaian adalah “Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)” untuk Pengembangan Satuan
Pembelajaran (RPP).
2.
Berkembangnya paradigma “ pendidikan sebagai suatu sistem”, maka
pembelajaran menggunakan pendekatan sistem (PPSI).
3.
Pendidik/ guru masih menggunakan paradigma “ Transfer of Knowledge” belum
pada pembelajaran yang profesional.
4.
Tuntutan Kurikulum 1975 yang berorientasi pada tujuan, relevansi,
efisiensi, efektivitas, dan kontinuitas.
5.
Sistem Semester pada kurikulum 1975 menuntut Perencanaan Pengajaran sampai
satuan materi terkecil.[5]
PPSI menggunakan pendekatan sistem yang mengutamakan adanya tujuan yang
jelas sehingga dapat dikatakan bahwa PPSI menggunakan pendekatan yang
berorientasi pada tujuan. Istilah sistem instruksional dari PPSI menunjuk
kepada pengertian sebagai suatu sistem yaitu sebagai suatu kesatuan yang
terorganisasi yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu
dengan yang lainny dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.[6]
Langkah-langkah pokok dari pengembangan model PPSI yaitu:
Langkah 1:
merumuskan tujuan pembelajaran.
Dalam merumuskan tujuan instruksional yang dimaksud adalah tujuan
pembelajaran khusus, yaitu rumusan yang jelas dan operasional tentang kemampuan
atau kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti suatu program
pembelajaran. Kemampuan atau kompetensi tersebut harus dirumuskan secara spesifik
dan terukur sehingga dapat diamati dan dievaluasi.[7]
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa mengenai perumusan tujuan
instruksional ini haruslah menuruti kriteria-kriteria sebagai berikut:
a.
Menggunakan istilah-istilah yang operasional.
b.
Harus dalam bentuk hasil belajar.
c.
Berbentuk tingkah laku siswa.
d.
Hanya meliputi satu jenis tingkah laku.[8]
Langkah 2:
menyusun alat evaluasi.
Setelah tujuan instruksional dirumuskan, langkah berikutnya adalah
mengembangkan tes yang fungsinya untuk menilai sampai di mana siswa menguasai
kemampuan-kemampuan yang telah dirumuskan dalam tujuan instruksional
khusus. Untuk mengecek apakah rumusan
tujuan instruksional tersebut dapat diukur / dinilai atau tidak, perlu
dikembangkan terlebih dahulu alat evaluasinya sebelum melangkah lebih jauh.
Dengan dikembangkannya alat evaluasi tersebut, mungkin ada beberapa tujuan yang
perlu diubah atau dipertegas rumusannya sehingga dapat diukur.[9]
Dalam menentukan jenis-jenis tes apa yang akan dipergunakan untuk menilai
tercapai tidaknya tujuan, meliputi :
a.
Tes tertulis.
b.
Tes lisan.
c.
Tes perbuatan.
Dalam hal ini kemungkinan pula untuk menggunakan dua atau
tiga jenis tes sekaligus tergantung pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
Kemudian dalam merumuskan pertanyaan/ item untuk menilai masing-masing tujuan.
Pertanyaan ini dapat berbentuk :
a.
Bentuk uraian.
b.
Bentuk pilihan jawab terbatas.
c.
Bentuk melengkapi.
d.
Bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban singkat.[10]
Langkah 3: menentukan kegiatan belajar mengajar.
Langkah selanjutnya, sesudah tujuan instruksional khusus
dirumuskan dan alat evaluasi disusun, adalah menetapkan kegiatan belajar siswa
yang perlu ditempuh agar nantinya mereka dapat melakukan apa yang telah
dirumuskan dalam tujuan instruksional khusus. Untuk itu perlu diperhatikan
hal-hal berikut:
a.
Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar yang diperlukan untuk
mencapai tujuan tersebut.
b.
Menetapkan mana dari sekian kegiatan belajar tersebut yang tidak perlu
ditempuh lagi oleh siswa.
c.
Menetapkan kegiatan belajar yang masih perlu dilaksanakan oleh siswa.
Setelah kegiatan belajar siswa diterapkan, perlu dirumuskan pokok-pokok
materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa sesuai dengan jenis-jenis
kegiatan belajar yang telah ditetapkan. Bila dipandang perlu, setiap materi
pelajaran tersebut dilengkapi dengan uraian singkat agar memudahkan guru
menyampaikan materi tersebut kepada siswa.[11]
Langkah 4: merencanakan program Kegiatan Belajar Mengajar
Setelah langkah satu sampai tiga telah ditetapkan,
selanjutnya perlu dimantapkan dalam suatu program pembelajaran. Titik tolak
dalam merencanakan program kegiatan pembelajaran adalah suatu pelajaran yang
diambil dari kurikulum yang telah ditetapkan jumlah jam/ SKSnya dan diberikan
pada kelas dalam semester tertentu. Pada langkah ini perlu di susun strategi
proses pembelajaran dengan cara merumuskan kegiatan mengajar dan kegiatan
belajar yang dirancang secara sistematis sesuai dengan situasi kelas. Pendekatan
dan metode pembelajaran yang akan digunakan dipilih sesuai dengan tujuan dan
karakteristik materi yang akan disampaikan. Termasuk dalam langkah ini adalah
penyusunan proses pelaksanaan evaluasi.[12]
Selanjutnya mengenai alat bantu mengajar atau peraga yang
dipergunakan hendaknya disesuaikan dengan kegiatan belajar yang ditempuh para
murid, antara lain berupa gambar, foto, bagan, diagram, grafik atau benda-benda
model, film ,tape dan instrumen-instrumen lain.
Kemudian perlu dirinci pula mengenai lamanya waktu yang
perlu diperlukan untuk mengajarkan materi pelajaran. Pokok-pokok materi manakah
yang akan diberikan pada hari ini pertama atau minggu pertama dan mana pula
yang akan diberikan pada hari kedua, dan seterusnya.[13]
Langkah 5: pelaksanaan program
Setelah semua rencana dan persiapan selesai dilakukan
maka mulailah program yang kita susun tersebut kita laksanakan dalam arti kita
cobakan. Langkah-langkah yang perlu kita lakukan dalam fase ini adalah sebagai
berikut:
a.
Mengadakan pre -test
Tes yang akan kita berikan kepada murid-murid adalah tes yang telah kita
susun dalam langkah kedua. Fungsi dari pre- test ini adalah untuk menilai
sampai dimana murid-murid telah menguasai kemampuan-kemampuan yang tercantum
dalam tujuan-tujuan instruksional, sebelum mereka mengikuti program pengajaran
yang telah kita persiapkan. Hasil pre-test ini berfaedah sebagai bahan
perbandingan dengan hasil tes (post-test) setelah mereka selesai mengikuti
program pengajaran tertentu. Untuk setiap murid perlu diberi tanda
jawaban-jawaban mana yang betul dan mana yang salah, di samping angka untuk
setiap murid.[14]
b.
Menyampaikan materi pelajaran kepada murid-murid
Dalam menyampaikan materi pelajaran ini, pada prinsipnya harus berpegang
pada rencana yang telah disusun dalam langkah 4, yaitu merencanakan program
kegiatan, baik dalam materi, metode maupun alat yang akan digunakan. Selain
itu, sebelum menyampaikan materi pelajaran, hendaknya pengajar menjelaskan dulu
kepada siswa, tujuan instruksional khusus yang akan dicapai sehingga mereka
mengetahui kemampuan-kemampuan yang diharapkan setelah selesai mengikuti
pelajaran.[15]
c.
Mengadakan post test
Post test diberikan setelah selesai mengikuti program pembelajaran. Tes
yang diberikan identik dengan yang diberikan pada tes awal, jadi bedanya
terletak pada waktu dan fungsinya.
Tes awal berfungsi untuk menilai kemampuan awal siswa mengenai materi
pelajaran sebelum pembelajaran diberikan, sedangkan tes akhir berfungsi untuk
menilai kemampuan siswa mengenai penguasaan materi pelajaran setelah
pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dapat diketahui seberapa jauh
keberhasilan program pembelajaran yang
telah dilakukan dalam rangka mencapai tujuan atau kompetensi yang telah
ditetapkan.[16]
Adapun nilai - nilai positif pelaksanaan PPSI terkandung dalam beberapa,
antara lain dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Dalam hal/ segi
|
Pengajaran yang biasa dilaksanakan (tradisional)
|
Pengajaran atas dasar pendekatan baru yang disebut PPSI
|
1.
Persiapan
mengajar
|
a.
Mengubah
penjabaran silabus yang masih sempit, belum dinyatakan dengan jelas tujuan
instruksional dan evaluasinya.
b.
Disiapkan
untuk satu kali kontak (pertemuan), sehingga lebih dikenal sebagai persiapan
harian.
|
a. Merupakan penjabaran silabus yang luas, memperhitungkan
dengan saksama kemampuan apa yang akan diperoleh siswa sesudah ada kegiatan
belajar (tujuan instruksional) serta dilengkapi alat evaluasi untuk
menimbulkan sejauh mana tujuan yang telah dirumuskan dapat dicapai.
b. Disiapkan bagi pengajaran suatu topik, sehingga dapat
digunakan dalam beberapa kali kontak. Suatu topik yang belum selesai dalam
satu kali pertemuan dilanjutkan pada pertemuan yang lain sesuai dengan
jadwalnya.
|
2.
Peranan
kurikulum/ silabus
|
Tidak jarang kita jumpai bahwa guru mengajar tidak/kurang berpegang pada
kurikulum dan silabus bahkan yang memainkan peranan utama adalah buku
pegangan/ buku teks.
|
Guru benar-benar berorientasi pada silabus yang ada , tidak terkait pada
buku pelajaran sebab topik-topik materi pelajaran tidak bisa lepas dari
silabusnya, sehingga hal ini akan meningkatkan efektivitas pengajaran.
|
3.
Tujuan
pengajaran (instruksional)
|
Tujuan instruksional kurang jelas bagi para siswa, akibatnya mereka
belajar menurut apa saja yang diberikan oleh guru. Padahal berdasar pada
bukunya yang bermacam-macam dan berbeda satu sama lain.
|
Tujuan instruksional sengaja dijelaskan kepada para siswa, sehingga
mereka jelas sudah terarah kepada pencapaian tujuan, kegiatan siswa relevan
dengan tujuannya. Ini jelas suatu peningkatan efesiensi tenaga, pikiran, dan
waktu belajar.
|
4.
Evaluasi
belajar
|
a.
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari proses pengajaran (diberikan sesudah
pengajaran selesai).
b.
Kadang-kadang
soal/ item test menyimpang dari tujuan pelajarannya, sehingga sejauh mana
tujuan belajar dapat dicapai sulit untuk diketahui.
c.
Dengan
tidak adanya pre test maka pengajaran terus, tanpa memperdulikan siswa sudah
mengetahui materinya atau belum.
d.
Adanya
self evaluation pada siswa terasa masih sama.
|
a.
Pengembangan
evaluasi merupakan langkah kedua (sesudah perumusan tujuan). Berfungsi
sebagai pre test dan post test, untuk mengukur keberhasilan tujuan.
b.
Item test
selalu disesuaikan dengan tujuan instruksionalnya.
c.
Adanya pre
test adalah untuk meningkatkan efisiensi, sebab bila siswa telah bersangkutan
dapat dilewatkan.
d.
Pada siswa
ada dorongan untuk mengadakan (mengukur kemampuan dirinya) dengan
membandingkan hasil pre test dan post test masing-masing.[17]
|
Kelebihan model PPSI yaitu :
1. Lebih tepat
digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan perangkat pembelajaran bukan untuk
mengembangkan sistem pembelajaran.
2. Uraiannya
tampak lebih lengkap dan sistematis.
3. Dalam
pengembangannya melibatkan penilaian ahli, sehingga sebelum dilakukan uji coba di lapangan,
perangkat pembelajaran telah dilakukan revisi berdasarkan penilaian, saran dan
masukan para ahli.
Kekurangan model PPSI yaitu :
1. Bagi
pendidik memerlukan waktu, tenaga dan pikiran yang lebih karena guru harus
memberikan pre test dan post test untuk setiap unit pelajaran.[18]
Model desain
pembelajaran PPSI digambarkan pada tabel di bawah ini.
No.
|
Tahapan model PPSI
|
Bagian dalam tahapan model PPSI
|
1.
|
Rumusan Tujuan
|
1.
Operasional
2.
Berbentuk hasil belajar
3.
Berbentuk tingkah laku
4.
Hanya satu bentuk tingkah laku
|
2.
|
Pengembangan Alat Evaluasi
|
1.
Menentukan jenis tes
2.
Menyusun item soal untuk
masing-masing tujuan
|
3.
|
Kegiatan Belajar
|
1.
Merumuskan semua kemungkinan kegiatan
belajar
2.
Menetapkan kegiatan belajar yang
tidak perlu dan perlu ditempuh
|
4.
|
Pengembangan Program Kegiatan
|
1.
Merumuskan materi pelajaran
2.
Menetapkan metode
3.
Memilih alat dan sumber pelajaran
|
5.
|
Pelaksanaan Pembelajaran
|
1.
Mengadakan pre test
2.
Menyampaikan materi pelajaran
3.
Mengadakan post test
4.
Perbaikan [19]
|
B.
Model Glasser
Model desain pembelajaran pada dasarnya merupakan pengelolaan dan
pengembangan yang dilakukan terhadap komponen-komponen pembelajaran. Adapun
model pembelajaran yang paling sederhana adalah model glasser. Adapun
langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan desain pembelajaran
model glasser adalah sebagai berikut:
a.
Intructional Goals (Sistem Objektif)
Pembelajaran dilakukan dengan cara langsung melihat atau menggunakan
objek sesuai dengan materi pelajaran dan tujuan pembelajaran. Jadi, seorang
siswa diharapkan langsung bersentuhan dengan objek pelajaran. Dalam hal ini
siswa lebih ditekankan pada praktik.
b.
Entering Behavior (Sistem Input)
Pelajaran yang diberikan pada siswa
dapat diperlihatkan dalam bentuk tingkah laku, misalnya siswa terjun langsung
ke lapangan.
c.
Instructional Procedures (Sistem Operator)
Membuat prosedur pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan
materi pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa, sehingga pembelajaran
sesuai dengan prosedurnya.
d.
Performance Assessment (Output Monitor)
Pembelajaran diharapkan dapat
mengubah penampilan atau prilaku siswa secara tetap atau prilaku siswa yang
menetap. Model glasser adalah model yang paling sederhana.[20]
[5] Rusman, Model-model
Pembelajaran: Mengembangkan Profesional Guru, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), hh. 147-148
BAB III
PENUTUP
Seorang guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran
terlebih dahulu membuat desain / perencanaan
pembelajaran. Dalam mengembangkan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), seorang guru harus menggunakan
model desain yang dianggap cocok untuk dikembangkan. Model desain pembelajaran
pada dasarnya merupakan pengelolaan dan pengembangan terhadap komponen-komponen
pembelajaran.
Model PPSI (Prosedur Pelaksanaan Sistem Instruksional).
Munculnya model PPSI oleh beberapa hal berikut:
1. Pemberlakuan kurikulum 1975.
2. Berkembangnya paradigma pendidikan sebagai suatu sistem.
3. Pendidik/ guru masih menggunakan paradigma “Transfer of Knowledge”.
4. Tuntutan kurikulum 1975.
5. Sistem semester pada kurikulum 1975.
Langkah-langkah
pokok dari pengembangan model PPSI yaitu:
1. Merumuskan tujuan pembelajaran.
2. Pengembangan alat evaluasi.
3. Menentukan kegiatan belajar mengajar.
4. Merencanakan program kegiatan belajar mengajar.
5. Pelaksanaan program.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan
desain pembelajaran model Glasser adalah sebagai berikut:
1. Instructional Goals/ Sistem Objektif
2. Entering Behavior/ Sistem Input
3. Instructional Procedures/ Sistem Operator
4. Performance Assessment/ Output Monitor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar