THE PERSONAL FAMILIY OF MODELS
(Kelompok Model Pengajaran Personal)
Dari
MODELS OF TEACHING
Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun
Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Salamah, M.Pd
Oleh:
Norhasanah
1402521328
PROGRAM PASCA SARJANA
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Model-model personal dalam pembelajaran (personal
models of learning) dimulai dari perspektif individu. Model-model ini
berusaha bagaimana kita bisa memahami diri kita sendiri dengan lebih baik,
bertanggung jawab pada pendidikan kita, dan belajar untuk menjangkau atau
bahkan melampaui perkembangan kita saat ini agar lebih kuat, lebih sensitif,
dan lebih kreatif dalam mencari kehidupan yang lebih sejahtera.
Rangkaian model-model personal sangat memerhatikan
perspektif individu untuk mendorong produktivitas mandiri, meningkatkan
kesadaran, dan rasa tanggung jawab manusia pada takdir mereka sendiri.
Seorang ahli psikolog sekaligus konselor, Carl Rogers
adalah salah satu pakar kenamaan yang selama tiga dekade belakangan menawarkan
model-model pengajaran yang menempatkan
guru sebagai konselor/ penasehat. Dikembangkan dari teori konseling,
model pengajaran tanpa arahan ini menekankan hubungan antara siswa dan guru.
Guru berupaya membantu siswa berperan dalam mengarahkan pendidikan mereka
sendiri, seperti dengan berusaha sedemikian rupa mengklarifikasi tujuan dan
berpartisipasi dalam mengembangkan jalan besar untuk menjangkau tujuan tersebut. Guru menyediakan informasi tentang
seberapa besar kemajuan yang telah dibuat sekaligus membantu siswa memecahkan
masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
KELOMPOK MODEL PENGAJARAN PERSONAL
Lingkungan sosial mengajarkan pada kita cara berbahasa,
cara berperilaku, dan memberikan kasih sayang. Namun, diri kita sendiri dapat
membentuk perilaku dan bahasa ini secara terus menerus dan menciptakan ciri
khas kita sendiri. Dengan bermodal kata-kata, kita sudah dapat menciptakan
identitas pribadi.
Model pengajaran personal memiliki beberapa tujuan. Pertama,
menuntun siswa untuk memiliki kekuatan mental yang lebih baik dan kesehatan
emosi yang lebih memadai dengan cara mengembangkan kepercayaan diri dan
perasaan realistis serta menumbuhkan empati pada orang lain. Kedua, meningkatkan
proporsi pendidikan yang berasal dari kebutuhan dan aspirasi siswa sendiri. Ketiga,
mengembangkan jenis-jenis pemikiran kualitatif tertentu seperti kreativitas dan
ekspresi pribadi.
Berdasarkan beberapa tujuan ini, model pengajaran
personal dapat diterapkan dalam empat cara.
Pertama,
model pengajaran personal bisa digunakan sebagai model pengajaran umum, bahkan
untuk merancang sebuah sekolah yang mengadopsi filosofi tidak terarah
(nondirective philosophy) sebagai intisari pendekatan dalam pengajaran.
Kedua, model ini
bisa digunakan untuk membumbui (menambah rasa) suatu lingkungan pembelajaran
yang dirancang di tengah beberapa model ini.
Ketiga,
menggunakan hal-hal yang unik dalam model pengajaran personal untuk menasihati
siswa saat kita ingin membantu mereka belajar menjangkau dunia secara utuh dan
dengan jalan positif.
Keempat,
membuat sebuah kurikulum akademik untuk para siswa. Metode-metode pengalaman
dalam pengajaran membaca, misalnya menggunakan cerita yang didikte dan
disampaikan oleh siswa sebagai bahan bacaan awal serta literatur yang dipilih
sendiri oleh para siswa sebagai bahan inti setelah menetapkan kompetensi awal.
Pengajaran tidak terarah (pembelajar sebagai pusat)
Model pengajaran tidak terarah didasarkan pada karya Carl
Rogers dan beberapa penggagas lain yang memberi bimbingan mengenai model ini.
Rogers memperluas pandangannya tentang terapi dalam dunia pendidikan sebagai
model pengajaran.
Dari sikap yang tidak terarah (nondirective stance),
peran guru adalah sebagai fasilitator yang menjalankan relasi konseling (bimbingan)
pada para siswa serta mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan mereka. Dalam
peran ini, guru membantu siswa mengeksplorasi gagasan baru terkait dengan
kehidupan, tugas akademik, dan hubungan siswa dengan orang lain. Model ini
menciptakan sebuah lingkungan yang memudahkan siswa dan guru untuk saling
berbagi gagasan secara terbuka serta membangun komunikasi yang sehat.
Model tidak terarah lebih fokus pada pengasuhan dan
bimbingan pada siswa dibandingkan mengontrol urutan proses pembelajaran. Model
ini menekankan pada pengembangan gaya
pembelajaran yang efektif dalam gaya pembelajaran jangka panjang serta
pengembangan karakter pribadi yang kuat dan bisa diarahkan.
1.
Tujuan dan asumsi
Pada beberapa elemen yang dapat menciptakan atmosfer
tidak terarah untuk membangun interaksi produktif antara siswa dan guru. Model pengajaran tidak
terarah fokus pada aspek penyediaan fasilitas. Lingkungan ditata sedemikian
rupa untuk bisa membantu siswa mendapatkan kepaduan pribadi yang lebih baik,
efektivitas, dan penilaian diri yang realistis. Stimulasi, pengujian, dan
evaluasi persepsi baru menjadi pilar utama dalam hal ini, karena pengujian
kembali terhadap kebutuhan dan nilai pada sumber dan hasilnya adalah inti dari
keterpaduan personal. Siswa tidak perlu melakukan perubahan, tujuan guru
hanyalah untuk membantu siswa mengerti kebutuhan mereka sendiri serta beberapa
nilai tertentu sehingga siswa bisa mengarahkan keputusan pendidikan secara
efektif.
Guru bertindak sebagai alter ego yang baik hati.
Guru menjelma seseorang yang menjadi muara segala pemikiran dan perasaan siswa
meskipun tidak menutup kemungkinan siswa akan merasa takut atau menganggap
tindakan guru tersebut sebagai hal yang salah atau bahkan sebuah pelanggaran.
Guru berperan sebagai pembuat keputusan secara tradisional dan fasilitator yang
fokus pada perasaan siswa. Hubungan antara siswa dan guru dalam suatu diskusi
tak terarah dapat digambarkan sebagai kemitraan (partnership). Oleh
karena itu, jika siswa melakukan komplain karena mutu yang rendah dan
ketidakmampuan dalam belajar, guru sebaiknya jangan berusaha memecahkan masalah
tersebut hanya dengan menjelaskan seni kebiasaan belajar yang baik. Selain itu,
guru juga perlu merangsang siswa untuk mengungkapkan perasaan yang mungkin
melatarbelakangi ketidakmampuannya untuk berkonsentrasi.
Adapun atmosfer tak terarah memiliki empat kualitas. Pertama,
guru menunjukkan kehangatan dan keakraban serta tanggap terhadap semua tindakan
siswa. Kedua, membolehkan hal apa pun yang ada sangkut pautnya dengan
pengungkapan perasaan, dalam hal ini guru jangan menghakimi dan mendakwahkan
benar-salah. Ketiga, siswa memiliki kebebasan penuh untuk mengungkapkan
perasaannya secara simbolik. Keempat, hubungan tersebut terbebas dari
hal-hal yang berbau paksaan dan tekanan. Guru haruslah menjauhi
tindakan-tindakan tertentu.
a.
Sindrom pertumbuhan
Sindroma pertumbuhan semacam ini muncul saat siswa (1)
melepaskan dan mengungkapkan perasaannya, (2) mengembangkan wawasan dan
pengetahuan, (3) tindakan, dan (4) adanya keterpaduan yang menuntun pada
orientasi baru.
b.
Tahap-tahap perkembangan diri dan proses wawancara tidak
terarah
Menurut Rogers, merespon masalah siswa yang berkaitan
dengan basis intelektual dapat menghambat pengungkapan perasaan yang merupakan
inti dalam masalah perkembangan. Misalkan saja, saat seorang siswa berjuang
mati-matian untuk menulis, maka respon intelektual seharusnya berbunyi seperti
ini, “mulailah dengan membuat kerangka”, sedangkan respon empatik seharusnya
terdengar seperti ini, “saat saya tertipu, saya pasti merasa panik. Apa yang
kalian rasakan jika kalian tertipu ?” tanpa adanya pelepasan dan eksplorasi
perasaan semacam ini, siswa akan menolak saran dan tidak akan bisa melakukan
perubahan perilaku.
Wawasan adalah tujuan jangka pendek dalam proses ini.
Dengan mengungkapkan perasaannya, siswa akan mampu melihat masalah, masalah
akan memudahkan seseorang untuk mencicipi tulisan orang lain. Indikasi
munculnya suatu wawasan dapat diketahui dari pernyataan siswa yang
menggambarkan perilaku mereka sebagai sebab dan efek yang berkaitan dengan
makna pribadi.
Saat mereka mulai memahami alasan perilaku dan tindakan
mereka, mereka juga akan mulai melihat cara-cara fungsional lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Dengan adanya pelepasan emosi, siswa bisa merasakan
pilihan-pilihan dengan lebih jelas.
Pada akhirnya, tes wawancara pribadi menjadi tindakan
yang nantinya dapat mendorong siswa menuju orientasi baru. Pertama,
tindakan positif ini bisa menyangkut isu kecil, namun siswa dapat meningkatkan
kepercayadirian dan kemerdekaan (tiadanya ketergantungan). Inilah yang dimaksud
dengan fase keteraturan.
Kedua, tujuan
jangka panjangnya adalah kemampuan siswa yang memadai dalam membuat tulisan
yang berasal dari pemahaman yang sudah lebih baik mengenai dinamika sosial.
2.
Membimbing
Baik siswa maupun guru sama-sama memiliki tanggung jawab
dalam sebuah diskusi. Namun sering kali, guru haruslah membuat semacam
respon-respon bimbingan untuk mengarahkan atau mempertahankan percakapan.
A.
Respons
tidak terarah terhadap perasaan
|
B.
Respons memberikan bimbingan yang tidak terarah
|
1.
Penerimaan
yang sederhana
2.
Refleksi
perasaan
3.
Penguraian
materi
|
1.
Menyusun
struktur
2.
Mengarahkan
pertanyaan
3.
Meminta
siswa memilih dan mengembangkan topik
4.
Bimbingan
tidak terarah dan pertanyaan-pertanyaan terbuka
5.
Dorongan
untuk berbicara
|
a.
Respons-respons tidak terarah dalam hal wawancara
Keterampilan utama yang harus dimiliki guru adalah
memandu siswa tanpa memberikan tanggung jawab pada mereka. Ungkapan lead
taking tidak terarah diucapkan secara langsung dengan gaya yang positif dan
ramah. Misalnya seperti ini:
“apa pendapatmu mengenai hal ini?”
“bisakah kamu memberikan informasi tambahan tentang hal
ini?”
“apa yang akan kamu lakukan jika hal ini terjadi?”
Respons-respons tidak terarah pada perasaan adalah usaha
untuk memberikan respons, baik pada perasaan yang diungkapkan siswa ataupun
makna dan esensi dari ekspresi tersebut. Dalam mengungkapkan komentar ini, guru
jangan menafsirkan, mengevaluasi, atau menawarkan nasihat, melakukan refleksi,
memperjelas, dan memaparkan pemahaman yang sebenarnya.[1]
Perkembangan belajar siswa tidak selalu berjalan lancar
dan memberikan hasil yang diharapkan. Adakalanya mereka menghadapi berbagai
kesulitan atau hambatan. Kesulitan atau hambatan ini dimanifestasikan dalam
beberapa gejala masalah seperti prestasi belajar rendah, kurang atau tidak ada
motivasi belajar, belajar lambat, kebiasaan kurang baik dalam belajar, gangguan
kesehatan, kurangnya sarana belajar, kondisi keluarga yang kurang mendukung,
cara guru mengajar yang kurang sesuai, materi pelajaran yang sulit, dan lain
sebagainya.[2]
Di dalam pelaksanaan pengajaran tugas guru bukan hanya
memberikan pelajaran tetapi juga harus memberikan bimbingan belajar kepada para
siswa yang lambat agar perkembangannya sejajar dengan yang lain. Yang normal
dan cepat belajar pun tetap memerlukan bimbingan dari guru agar ia mencapai
perkembangan yang sesuai dengan kemampuannya.
Dalam memberikan bimbingan belajar guru hendaknya memperhatikan
beberapa prinsip.
1.
Bimbingan belajar diberikan kepada semua siswa.
2.
Guru terlebih dahulu harus berusaha memahami kesulitan yang dihadapi siswa.
3.
Bimbingan belajar yang diberikan guru hendaknya disesuaikan dengan masalah
serta faktor-faktor yang melatarbelakanginya.
4.
Bimbingan belajar hendaknya menggunakan teknik yang bervariasi.
5.
Dalam memberikan bimbingan belajar hendaknya guru bekerja sama dengan staf
sekolah yang lain.
6.
Adanya keserasian antara bimbingan yang diberikan guru di sekolah dengan
orang tua di rumah maka diperlukan kerjasama antara kedua pihak.[3]
Model pengajaran
1.
Struktur pengajaran
Peran tak terarah menyajikan beberapa masalah yang cukup
menarik. Pertama, adanya pembagian tanggung jawab. Pada kebanyakan model
pengajaran, guru secara aktif membentuk kejadian-kejadian dan melukiskan
berbagai macam aktivitas. Kedua, konseling dalam model tidak terarah
dapat menciptakan serangkaian respons yang terjadi dalam rangkaian yang tidak
terduga. Oleh karena itu, untuk menguasai pengajaran tidak terarah, guru harus
mempelajari prinsip umum, berusaha meningkatkan sensitivitas siswa terhadap
orang lain, menguasai skill tidak terarah lalu mempraktikkannya dalam interaksi
dengan siswa, memberikan respons terhadap siswa, serta menggunakan skill yang
tergambar dari repertoar teknik-teknik konseling tidak terarah.
Fase pertama:
Menjelaskan
keadaan yang membutuhkan pertolongan
|
Fase kedua:
Menelusuri
masalah
|
Guru mendorong siswa mengungkapkan perasaan dengan
bebas
|
Siswa didorong untuk menjabarkan masalah
Guru menerima dan mengapresiasi perasaan-perasaan
|
Fase ketiga:
Mengembangkan
wawasan
|
Fase keempat:
Merencanakan dan
membuat keputusan
|
Siswa mendiskusikan masalah
Guru menyemangati siswa
|
Siswa merencanakan urutan pertama dalam proses
pengambilan keputusan
Guru menjelaskan keputusan yang mungkin diambil
|
Fase kelima:
Keterpaduan
|
Tindakan di luar
wawancara
|
Siswa mendapat wawasan lebih mendalam dan mengembangkan
tindakan yang lebih positif
Sedangkan guru berfungsi sebagai penyemangat
|
Siswa mulai melakukan tindakan yang positif
|
2.
Sistem sosial
Sistem sosial dalam strategi tak terarah mengharuskan
guru berperan sebagai fasilitas atau reflektor. Namun, hal yang paling
penting untuk ditekankan adalah bahwa siswa bertanggungjawab pada pengelolaan
proses interaksi (kontrol); adanya pembagian kewenangan antara siswa dan guru.
3.
Peran/tugas guru
Tugas-tugas guru didasarkan pada upaya menggiring siswa pada
ranah penelitian tentang pengaruh. Guru sebisa mungkin menjangkau siswa,
berempati pada kepribadian dan masalah yang dihadapi, dan merespons dengan
berbagai cara untuk membantu siswa menjabarkan masalah dan perasaannya,
bertanggungjawab pada tindakan mereka, dan merencanakan sasaran-sasaran dan
metode-metode dalam mencapai karakteristik siswa.
4.
Sistem pendukung
Sistem pendukung dalam strategi ini berbeda menurut
fungsi wawancara. Jika sebuah sesi wawancara adalah untuk menegosiasikan
kontrak akademik, maka hal-hal yang diperlukan dalam pembelajaran terarah-diri
(self-directed learning) harus tersedia dan sesuai. Jika wawancara
mencakup proses konseling menyangkut masalah-masalah perilaku, harus ada
sumber-sumber yang dapat membantu guru melakukan hal semacam ini.
Penerapan
Model pengajaran tidak terarah bisa diterapkan untuk beberapa jenis situasi permasalahan, seperti
masalah pribadi, sosial, dan akademik. Untuk kasus yang termasuk dalam
permasalahan pribadi, siswa menjelaskan perasaan mereka mengenai dirinya
sendiri.
Untuk menggunakan model pengajaran tidak terarah secara
efektif, seorang guru harus mau dan berkeinginan kuat untuk menerima dan
menyadari bahwa siswa bisa mengerti dan menghadapi kehidupan mereka sendiri.
Kepercayaan mengenai kapasitas siswa dalam mengarahkan diri mereka
dikomunikasikan lewat sikap dan perilaku verbal guru.
Guru jangan berusaha untuk menghakimi siswa. Peran yang
demikian ini hanya akan membatasi kepercayaan diri dalam diri siswa. Guru juga
tidak diperkenankan mendiagnosis
masalah. Guru hanya berusaha untuk merasakan dunia siswa menurut apa yang
dilihat dan dirasakannya.
Konseling tidak terarah lebih menekankan unsur-unsur
emosional dalam suatu situasi dibanding aspek-aspek intelektual. Dalam artian,
konseling tidak terarah berupaya melakukan penyusunan kembali bidang emosional
dibanding aspek yang sepenuhnya menyangkut pendekatan intelektual.
Salah satu fungsi terpenting dalam pengajaran tidak
terarah terjadi ketika suasana kelas menjadi hambar dan guru pun melihat
dirinya hanya menekan siswa melalui latihan dan segala hal yang berkenaan
dengan mata pelajaran. Seorang guru pada kelas keenam tengah dilelahkan oleh
kegagalan demi kegagalan dari usaha
kunonya dalam mengatasi masalah kedisiplinan dan kurangnya minat sebagian anggota kelas.
MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI YANG POSITIF
KEPRIBADIAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN, REMAJA DAN DEWASA
Pendekatan pada subjek secara langsung dengan beberapa
kesimpulan, antara lain. Pertama, penelitian mengenai aneka model
pengajaran dapat mendorong siswa untuk mempelajari serta meneliti bagaimana
cara belajar dan merespons lingkungan pembelajaran yang berbeda.
Kedua, semakin
banyak skill yang dikembangkan siswa, semakin luas pula refertoar yang
mereka buat. Hal ini menandakan kemampuan mereka akan semakin baik dalam
menguasai satu unit keterampilan dan strategis yang ampuh.
Ketiga, komunitas
pembelajaran yang berkembang dalam sekolah dan ruang kelas dapat mempengaruhi
bagaimana siswa menilai diri mereka sendiri, bagaimana mereka berinteraksi
dengan orang lain, dan bagaimana cara mereka belajar.
Perbedaan-perbedaan individu
Dalam sebuah kerangka untuk berpikir mengenai perbedaan
individu dalam pertumbuhan, khususnya dalam kesiapan untuk tumbuh berkembang.
Ada beberapa cara yang dapat diandalkan dalam menganalisis perbedaan-perbedaan
individu. Beberapa diantaranya mengenai gaya pembelajaran anak-anak, gaya
aktivitas berpikir, konseptualisasi kepribadian, sensitivitas dan respons guru
terhadap siswa.
Konsep tentang kondisi pertumbuhan
Untuk menciptakan suatu gambaran mengenai kesempatan
adanya pertumbuhan yang dialami oleh guru dalam sekolah yang menjadi
lingkungannya, kabupaten, perguruan
tinggi, agen intermediate, serta lembaga lain. Aspek kehidupan personal
yang mungkin saja memiliki implikasi terhadap pertumbuhan profesional. Maka
dalam hal ini difokuskan pada dinamika interaksi individu dengan lingkungan.
Adanya kesempatan untuk berinteraksi secara produktif yang akan membimbing pada pertumbuhan secara
teoretis diberikan secara sama dan merata. Sistem –sistem pengembangan staf
formal, kolega, kesempatan untuk membaca, menonton film dan adegan-adegan dalam
pertunjukan seni, akan cocok dan sesuai untuk semua anggota kelas dalam
meningkatkan prestasi dan kemampuan.
Ranah-ranah formal, peer-generated, dan pribadi
1.
Kesempatan-kesempatan pengembangan staf formal
Kesempatan berpartisipasi bergeser dari mereka yang
memiliki pengalaman hanya dalam kegiatan yang didanai dan dibutuhkan oleh
wilayah dan mereka yang sadar bahwa hanya ada sedikit pilihan kepada mereka
yang sangat aktif, serta memiliki rancangan pasti untuk perkembangan
profesionalitas.
2.
Kesempatan tumbuh bersama peer-generated
Cakupan dalam pembahasan ini beralih dari mereka yang sebenarnya
tidak pernah melakukan diskusi yang baik dengan guru kepada mereka yang
memiliki pergaulan cukup dekat, yang pernah menjalani relasi-relasi pengajaran,
dan yang bergaul dengan orang lain untuk memunculkan inspirasi-inspirasi
mengenai suatu inovasi atau inisiatif untuk mengembangkan sekolah.
3.
Ranah pribadi
Dalam kehidupan pribadinya, beberapa guru terkadang luar
biasa aktif dalam satu atau dua wilayah, sedangkan dalam wilayah lain, mereka
sama sekali belum dan tidak pernah menyentuhnya. Di satu sisi, kita sering
menjumpai para pembaca aktif dan di sisi lain, kita juga menemukan mereka yang
jarang membaca headline dalam surat kabar harian.
Kondisi-kondisi pertumbuhan
1.
Orientasi-orientasi terhadap lingkungan
Inti dari konsep ini adalah tingkatan lingkungan seperti
apa yang dipandang sebagai kesempatan dalam memperoleh pertumbuhan yang
memuaskan. Oleh karena itulah, orang yang sangat aktif akan memandang
lingkungannya sebagai seperangkat kemungkinan adanya interaksi yang memuaskan.
Kita memang tidak terbiasa melihat sekolah-sekolah
tertentu yang terdiri dari sekelompok siswa-siswa aktif kemudian didekati dan
dikunjungi oleh personel kantor pusat, pusat perkumpulan guru, universitas
untuk dijadikan tempat percobaan mulai dari yang berorientasi pada teknologi
komputer hingga program-program keterlibatan masyarakat.
2.
Pengaruh sosial
Sahabat dekat dan kolega, serta iklim sosial dalam tempat
kerja dan kehidupan bertetangga
memperlunak disposisi-disposisi umum dan menuju pertumbuhan aktif. Teman dan
kolega yang selalu bertindak aktif, serta iklim sosial yang baik menggiring
orang-orang di dalamnya untuk terlibat aktif dalam aktivitas yang lebih hebat
dibanding apa yang pernah mereka lakukan sebelumnya secara mandiri.
Tingkatan-tingkatan aktivitas
1.
A Gourment Omnivore (orang mempunyai keinginan yang sangat besar atas
sesuatu)
Prototif kita
kali ini, yakni omniver memiliki keluarga yang interaksinya sangatlah
profesional. Mereka belajar dari interaksi informal dengan kawan sebayanya.
Sekelompok omnivers mungkin akan bekerja sama dan mengembangkan
inisiatif atau mengadakan seminar dan kursus bersama-sama.
Dalam kehidupan pribadi, prototif omniver menjadi
sangat mudah didefinisikan. Mereka bercirikan memiliki tingkat kesadaran
tinggi, namun ciri khas yang membedakan mereka dengan kelompok lain adalah
antusiasme mereka untuk terlibat dalam satu atau dua bidang.
Omnivor
pertama mungkin adalah orang yang suka membaca, yang kedua adalah pecandu
bioskop, yang ketiga adalah pengepak atau pemain ski, dan yang keempat adalah
pembuat keramik.
Oleh karena sifat mereka yang proaktif, omnivor
yang telah dewasa belajar untuk menangkis kesempatan dan menyediakan waktu
untuk kegemaran yang telah mendarah daging padanya. Mereka mempraktikkan dan
menciptakan kondisi yang sarat dengan support kawan sebaya yang memudahkan
mereka menerapkan sebuah skill yang benar-benar ampuh dan jelas. Mereka juga
memasukkan gagasan yang mereka peroleh dari kehidupan sehari- hari ke dalam
dunia kerja dan menggunakannya dalam sistem dan pola pengajaran.
2.
A Passive Consumer (seorang pemakai yang pasif)
Karakteristik yang membedakan pemakai pasif dalam hal ini
adalah keramahan mereka yang kurang terhadap lingkungan dan adanya
ketergantungan yang tinggi terhadap konteks sosial terdekat. Dengan kata lain,
tingkat aktivitas mereka sangat dipengaruhi oleh siapa yang hidup bersama
mereka. Untuk pemakai pasif ini, ciri khas yang kami utamakan adalah sikap
mereka yang tidak aktif.
Sedangkan di sisi lain, dua pemakai yang pasif
mendapatkan diri mereka sendiri berada dalam kelompok omnivor sedangkan
dua pemakai yang aktif tengah ditarik ke dalam beberapa aktivitas yang
dikembangkan oleh rekan-rekan mereka yang cukup rajin. Pemakai aktif akan
membantu dalam mengatur laboratorium komputer yang diperuntukkan untuk siswa, bekerjasama
dalam membuat jadwal dan pemilihan software, serta mempelajari
langkah-langkah dalam memproses kata-kata, dan bagaimana mengajarkannya pada
para siswa dengan menggunakan program instruksi diri.
Di kehidupan pribadinya, ciri khas pemakai pasif ini juga
tergantung pada teman sebaya atau pasangannya. Jika ia memiliki teman yang
tidak aktif dan keluarga besar, mereka pun akan menjadi orang yang tidak aktif.
Sebaliknya, jika mereka bergaul dengan teman dan tetangga yang cenderung aktif,
maka level keaktifan mereka pun akan meningkat.
3.
A Reticent Consumer (pemakai yang segan)
Mereka yang pendiam memiliki ciri khas, di antaranya
adalah hanya mau berhubungan dengan staf yang tengah dibutuhkan dan seringkali
marah saat berinteraksi dengan mereka, mencela materi, dan mencoba menghindari
aktivitas-aktivitas tindak lanjut. Pemakai yang segan memang cukup giat
memproses inisiatif-inisiatif administratif, namun mereka seringkali menaruh
rasa curiga pada kawan sebaya dan cenderung percaya bahwa segala perilaku
negatif yang dibenarkan oleh sistem adalah hal yang menyesatkan dan tidak
berperasaan.
Oleh karena itu, pemakai yang segan cenderung melihat omnivor
sebagai orang yang sangat tidak mereka senangi, sebagaimana juga ketidaksukaan
mereka pada administrasi. Bahkan, pemakai yang satu ini akan menolak untuk
dilibatkan dalam pembuatan keputusan dan tidak berani menetapkan pilihan.
Pemakai yang segan tidaklah dipengaruhi oleh konteks
sosial yang instan. Di sekolah-sekolah yang menerapkan sistem afirmatif,
mereka tidak banyak menampakkan pandangan negatif mereka. Di kelompok omnivor,
mereka bisa melakukan banyak untuk menyumbangkan strategi-strategi pengembangan
sekolah. Pasangan afirmatif yang menolerir pendapat-pendapat yang kurang
baik akan melibatkan mereka dalam beberapa aktivitas yang mengejutkan. Pada
kondisi yang normal, mereka dapat belajar memanfaatkan kesempatan yang ada
dalam hidupnya.
Struktur konseptual, konsep diri, dan pertumbuhan
1.
Perkembangan konseptual
Teori sistem konseptual digunakan untuk mengolah
informasi mengenai dunia secara luas. Dalam tingkat perkembangan yang paling
rendah, manusia pada umumnya menggunakan sedikit konsep untuk mengolah dunia
mereka, cenderung memiliki pandangan dikotomis mengenai hal-hal yang
bersifat tabu, dan cenderung emosional dalam menyampaikan pandangan. Mereka
cenderung menolak informasi yang tidak sesuai dengan konsep mereka, atau bahkan
mengubahnya agar bisa cocok dengan
konsep milik mereka sendiri. Sehingga mereka seringkali memandang
orang-orang dan peristiwa-peristiwa menurut persepsi benar atau salah.
Dalam tingkat perkembangan yang lebih tinggi, orang
mengembangkan kemampuan yang lebih hebat dalam memadukan informasi baru, tidak
berpikiran miopi, dan bisa bertoleransi dengan pandangan lain yang
berbeda yang lebih baik. Selain itu, struktur konseptual mereka dipermak
sedemikian rupa dengan melakukan regenerasi; konsep yang telah lama
dianggap asing sedangkan konsep yang baru dikembangkan.
Ada hubungan yang cukup substansial antara perkembangan
konseptual dan keadaan pertumbuhan guru. Omnivor berada dalam suatu
proses pencarian yang terus menerus untuk mencari cara-cara yang lebih
produktif untuk mengolah informasi dan menghasilkan struktur konseptual yang
kompleks. Keterbukaan mereka terhadap pengalaman baru mensyaratkan adanya
pandangan afirmatif mengenai dunia dan kecanggihan konseptual untuk
berhadapan dengan gagasan baru yang mereka temui.
Pemakai yang pasif memiliki struktur yang lebih terbatas
dan kemampuan yang kurang memadai dalam memahami cara-cara untuk memperoleh
pengalaman baru. Sedangkan pemakai yang enggan lebih sibuk melindungi konsep
yang telah ada dan melakukan aktivitas yang menyakitkan hati dengan
menghadirkan hal-hal yang asing.
2.
Konsep diri
Abraham Maslow dan Carl Rogers mengembangkan rumusan
tentang pertumbuhan personal dan fungsinya untuk membimbing proses memahami dan
menghadapi perbedaan individu sebagai respons terhadap lingkungan sosial dan
fisik.
Konsep diri yang kuat harus dibarengi dengan perilaku
aktualisasi diri, suatu capaian menuju lingkungan dengan kepercayaan diri yang
kuat bahwa interaksi terjadi akan produktif. Orang yang menerapkan aktualisasi
diri ini melakukan interaksi yang sarat nilai dengan lingkungan sekitarnya,
menemukan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang, dan yang tidak terbantahkan
memberikan sumbangan berarti terhadap proses perkembangan orang lain.
Orang yang memiliki perkembangan dalam level rendah
merasa memiliki sedikit kompetensi untuk menghadapi lingkungan dan berupaya
menerimanya, apa pun lingkungan yang mereka dapatkan. Selain itu, mereka
cenderung kurang suka mengembangkan hubungan yang memancing pertumbuhan dan
produktivitas yang berasal dari inisiatif mereka sendiri. Mereka lebih memilih
beraktivitas dalam lingkungan yang sudah ada dibanding mengembangkan kesempatan
dari dan dengan lingkungan tersebut.
Sedangkan orang yang berada dalam level pertumbuhan
terendah lebih sulit berhubungan dengan orang di sekeliling mereka. Mereka
kurang begitu yakin terhadap kemampuan yang mereka miliki untuk menghadapi
masalah yang terjadi.
Omnivor
adalah mereka yang menerapkan konsep aktualisasi diri. Mereka merasa nyaman
dengan diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitarnya, sedang pemakai yang
pasif merasa memiliki kompetensi namun masih bergantung pada lingkungan untuk
memperoleh kesempatan agar bisa produktif dan tumbuh berkembang. Pemakai yang
segan merasa bahwa mereka hidup di tengah dunia yang menakutkan dan rawan
masalah.[4]
Pemahaman individu pada dasarnya merupakan pemahaman
keseluruhan kepribadiannya dengan segala latar belakang dan interaksinya dengan
lingkungannya. Adapun komponen tentang kepribadian yaitu aspek intelektual,
sosial dan bahasa, emosi dan moral, dan psikomotor. Kepribadian individu bukan
sesuatu yang berdiri sendiri, terlepas dari hubungan dengan yang lain.
Kepribadian individu selalu dalam penyesuaian dirinya dengan lingkungannya.
Penampilan kepribadian individu selalu disesuaikan dengan keadaan dan tuntutan
dari lingkungannya.[5]
Memahami pertumbuhan dan potensi pertumbuhan
Teori mengenai pertumbuhan konseptual dan konsep-diri
membantu kita memahami diri kita sendiri, khususnya saat merencanakan dan
melaksanakan program-program berorientasi perkembangan.
Pada intinya, pemakai yang pasif dan enggan tidak bisa
mencapai titik penerapan dalam semua iklim organisasi, iklim tersebut hanya
bisa dimanfaatkan oleh pemakai yang aktif dan omnivor. Namun, bukan
hanya guru dalam level pertumbuhan rendahlah yang tidak bisa mengambil manfaat
dari latihan yang mereka terima, siswa-siswa mereka juga kehilangan kesempatan
untuk mempelajari apa yang disajikan oleh kurikulum yang baru.
Mengembangkan kondisi pertumbuhan yang lebih kaya
Seperti kebanyakan orang, kami juga ingin tumbuh
berkembang dan membantu siswa
mengembangkan orientasi yang lebih kaya untuk tumbuh berkembang. Hal ini sangat
berkaitan, sebab pengaruh utama terhadap siswa adalah apa yang kita peragakan.
Jika kita memeragakan kepasifan, berarti kita menyuruh siswa kita bersikap
pasif.
[2] Nana Syaodih
Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Rosda
Karya, 2009), hh. 240-241
[3] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses
Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2009), hh. 241-242
[5] Nana Syaodih
Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Rosda
Karya, 2009), hh. 215-216
Tidak ada komentar:
Posting Komentar